Daftar Blog Saya

Selasa, 25 Desember 2012

Batak itu Suku, bukan Agama

Pandangan : Zakaria Saragi, BA

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012

Saya melihat ada sebagian orang salah menilai tentang orang Batak. Saya sebagai orang batak sangat bangga menyandang predikat orang batak.
Saya sering menegaskan kepada sesama yang bukan orang batak bahwa batak itu bukan agama dan batak itu adalah suku. Salah satu suku yang ada di Indonesia yang nenek moyangnya tinggal di Sumatera Utara.
Etnis batak di Sumatera Utara terbagi dalam lima sub etnis yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak Dairi dan Batak Mandailing. Kalau kita melihat batak itu dari sisi agama, batak itu tidak semuanya beragama Kristen. Tidak ada satu pun dari lima sub etnis batak yang semuanya satu agama. Paling tidak ada dua agama yang dianut etnis batak yaitu Kristen dan Islam.
Etnis batak, di seantreo dunia sudah dikenal. Baik dari sisi budaya dan adat istiadat yang unik, bahasa dan aksara. Di Indonesia, paling tidak ada dua suku besar yang memiliki aksara yaitu Jawa dan Batak.
Banyak orang dari etnis lain di Indonesia dinobatkan menjadi orang batak, misalnya dengan menambahkan marga di belakang namanya. Dan untuk mendapatkan ini tidak bisa sembarangan. Harus melalui sebuah proses adat. Tidak bisa sembarangan mengaku begitu saja bahwa dia punya marga.
Tapi sebaliknya, banyak orang batak tidak lagi mengaku dirinya sebagai orang batak. Saya tidak tahu apakah mereka itu malu sebagai orang batak atau menyesal dilahirkan sebagai orang batak.
Hal ini sering saya alami di tengah masyarakat. Dari namanya, bahasanya dan penampilannya saya pastikan dia bukan orang batak. Tapi setelah berkenalan lebih jauh ternyata dia adalah asli batak.
Sering saya tanyakan apa alasannya tidak lagi memakai identisasnya (marga) banyak diantara mereka yang mengatakan “untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan di tanah rantau ini”. Ada juga diantara mereka yang memberi jawaban “malu menyandang gelar batak”.
Soal agama, bagi etnis batak tidak ada masalah. Sebagai contoh, anak pendeta sekalipun bila telah mencintai seseorang yang tidak seagama dengan dia, dia rela pindah agama. Pada awalnya, memang, orangtua pasti marah. Tapi, ingat, setelah dia punya cucu dari anaknya, hatinya pasti luluh. *)  

Batak Itu Bukan Agama

Pandangan : Syaifin Bastian
TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012


Batak itu memang Keras, tapi Hatinya LembutPenduduk Kota Pekanbaru tergolong heterogen. Ada suku Melayu, Minang, Jawa, Tionghoa, Banjar, Batak dan suku lainnya. Semuanya hidup rukun dan damai di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Hidup rukun ini telah berjalan puluhan tahun dan hingga sekarang hampir tidak pernah terjadi gesekan berarti antara suku yang satu dengan suku yang lain. Bahkan kerukunan umat beragama tetap terjaga dengan baik.
 Orang batak, memang, terkenal dengan sifat kerasnya, terutama suaranya. Namun, setelah kita mengenal lebih dalam jiwanya tidak sekeras yang kita bayangkan.
Pengalaman saya sejak berkenalan dengan orang batak, saya menilai, orang batak itu sangat konsekwen dan setia. Ketika saya di Jakarta, saya banyak berkenalan dengan orang batak dan bahkan menjadi teman. Bahkan, saya ikut perkumpulan Ikatan Pelajar asal Belige di Jakarta.
Banyak pengalaman yang bisa saya petik selama berteman dengan orang batak, baik selama di Jakarta, di Jambi dan di Pekanbaru.
Dari luar sekilas kita melihat, mereka tidak kompak dan tidak bersatu. Namun setelah saya amati, persatuan dan kesatuan orang batak sangat tinggi. Apalagi kalau kita lihat perkumpulan satu marga, perkumpulan satu kampung asal bona pasogitnya dan perkumpulan satu kampung di tanah rantau ini.
Tidak hanya itu, antara marga yang satu dengan marga lainnya saling bertalian dan bila dikait-kaitkan pasti ada hubungan keluarga antara yang satu dengan lainnya.
Hubungannya bisa saja sebagai teman semarga, tulang, hula-hula, boru, bere dan ibebere. Adat istiadat mereka juga sangat kental. Ini sering saya lihat bila ada orang tua yang sudah berumur meninggal dunia. Walau tidak ada pertalian darah dengan yang meninggal tersebut, mereka pasti datang melayat ke rumah duka.
Dari segi pergaulan sehari-hari, orang batak termasuk yang berjiwa nasionalis. Siapa saja, apakah itu etnis lain, agama lain dan ras lain, orang batak cepat bergaul dan dijadikan sebagai teman.
Cuma, ada saja orang menilai orang batak dari sisi luarnya saja. Hanya melihat dari wajahnya yang sangar dan suaranya yang keras. Padahal, bila dijawai lebih dalam tidaklah seperti itu. *) 
 

Batak itu bukan Agama

Pandangan Mereka tentang Orang Batak

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012

Banyak orang menyalahartikan kata ‘Batak’ atau suku Batak, terlebih di tanah rantau. Karenanya, tidak sedikit suku diluar batak yang memberi penilaian konotasi jelek terhadap suku batak.
Mendengar nama batak ada saja orang yang tidak  senang dan langsung membuat penilaian jelek. Ada yang mengatakan, batak itu galak, seram, menakutkan, keras. Yang ekstrimnya lagi ada yang menyebut ‘batak itu Kristen’.
Mungkin saja penilaian itu ada benarnya menurut pandangan mereka. Tapi kenyataannya bila ditelusuri lebih dalam tidak demikian.
Suara keras, menurut cerita, (khusunya batak Toba) sudah dari sononya. Nenek moyang batak, dahulu kala tinggal di lereng-lereng pegunungan dan di lembah.
Jarak antara rumah yang satu dengan lainnya saling berjauhan. Kemudian jarak antara rumah dengan ladang lumayan jauh.
Sehingga untuk memanggil anak saja untuk makan harus berteriak dengan suara keras. Begitu juga untuk memanggil tetangga harus menggunakan suara keras.
Bahkan untuk mengundang teman sekampung untuk makan bersama (bila ada pesta) harus dengan suara keras. Hampir seluruh perkampungan batak di lereng Bukit Barisan Sumatera Utara sama.
Kebiasaan ini turun temurun dan menjadi kebiasaan bagi suku batak.
Mengenai wajah yang disebut-sebut seram dan menakutkan, itu merupakan ciptaan Tuhan. Tak bisa dibuat-buat.
Sudah menjadi rahasia umum dan tidak menjadi SARA lagi bila ada etnis lain diluar batak yang menyebutkan batak itu identik dengan Kristen. Sudah batak, Kristen lagi.
Kita perlu meluruskan pandangan semacam ini. Etnis batak yang tediri dari lima sub etnis tidak semuanya beragama Kristen. Banyak juga beragama Islam seperti yang tinggal di daerah Tapanuli Selatan.
Di daerah Tapanuli Utara sendiri termasuk kabupaten Samosir, Tobasa dan Humbahas Sumatera Utara yang mayoritas menganut agama Kristen banyak diantara masyarakatnya yang menganut agama Islam. Mereka itu bukan siapa-siapa tapi masih satu saudara dengan warga lainnya.
Bagi batak, agama itu tidak menjadi satu persoalan besar. Banyak orang batak yang kawin dengan suku lain dan agama lain.
Sebaliknya, banyak juga etnis lain masuk menjadi etnis batak dengan cara membuat marga.
Sebuah pengertian, bahwa batak itu berjiwa nasionalis dan terbuka untuk umum. Namun tidak bisa dipungkiri ada juga satu dua yang ditemui sangat fanatik dengan batak-nya dan agamanya.*)

HIDUPKU BERHARGA BAGI ALLAH

Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu, 4 - 25 November 2012

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 20
 
Hidupku Berharga Bagi Allah. Kalimat singkat yang tertulis dalam kitab Yesaya 43 ayat 4a ini merupakan tema dari Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu (BOAS) tahun 2012 ini. Berlangsung dari tanggal 4 - 25 November 2012 di Pekanbaru diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Riau.
Ketua Panitia Ferri Pardede yang juga anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi Damai Sejahtra kepada Horas usai acara pembukaan BOAS di Gereja Gekari Maranatha, Minggu, (4/11) mengatakan kegiatan ini diselenggarakan sekali dalam dua tahun.
Kegiatan yang diperlombakan diantaranya lomba tari kreasi, melukis, menyusun fajo, bahasa Inggris Alkitab, pengkhotbah cilik, sekolah minggu ceria, paduan suara dan lain-lain.Sementara lokasi penyelenggaraan BOAS ada di tiga tempat yaitu di GEKARI Maranatha Jl Meranti, GBKP Jl Melayu dan GKPS Jl. Arjuna. Puncak acara dilaksanakan pada hari Minggu, (25/11).
Menyangkut pelaksanaan kegiatan anak sekolah minggu ini, Ferri Pardede mengharapkan dukungan semua orang tua termasuk gereja agar mendorong anak-anaknya mengikuti kegiatan ini. “Ini kegiatan positif untuk mengembangkan kreasi anak-anak Tuhan dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak,” kata Pardede.
Acara pembukaan berlangsung meriah di Gereja Gekari Maranatha Jalan Meranti Pekanbaru dihadiri seribun orang termasuk guru sekolah minggu dan orang tua. Keceriaan anak-anak tampak penuh suka cita sejak sebelum acara pembukaan secara resmi dimulai sampai penutupan dengan doa.
Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu ini dibuka resmi oleh Ketua PGI Wilayah Riau Pdt P Purba MA yang juga pendeta GKPI Pekanbaru yang ditandai dengan pelepasan dua ekor burung merpati. Suasana riuh penuh kegembiraan tampak dari raut wajah seluruh anak-anak.
Dipandu para guru sekolah minggu, seluruh anak yang duduk dengan rapi di lantai gereja bernyanyi ceria penuh suka cita. Sesekali mereka berdiri sesuai perintah guru.
Pdt Ineke Magdalena
Pdt Ineke Magdalena yang tampil sebagai pengkotbah menambah suasana penuh kesukaan. Diawal kotbahnya, dia mengajak seluruh anak sekolah minggu untuk memahami sebuah pengertian kata “berharga”. Untuk lebih memahami arti kata tersebut, dia bertanya kepada anak-anak barang apa yang sangat berharga dalam hidup ini. Ada yang menjawab uang, emas, mobil mewah, berlian, rumah mewah dan lain-lain. Dia menganjurkan agar semua barang berharga itu disimpan dan diurus baik-baik.
Barang berharga yang disebutkan diatas, menurut Ineke adalah barang berharga bagi manusia. Sementara barang berharga bagi Tuhan adalah adek-adek sekolah minggu. Tuhan, kalau memilih, Dia akan memilih adek-adek daripada Yesus.
Ini sudah dibuktikan Tuhan. Dia mengorbankan Yesus hanya untuk menebus adek-adek dan seluruh umat di dunia dari dosa. Yesus disiksa, dipukuli dan disalibkan demi adek-adek. Karena itu, Ineke mengajak semua anak sekolah minggu untuk mengucapkan kalimat singkat “Hidupku Berharga Bagi Allah”. Semuanya mengucapkan sambil membuat sebuah gerakan indah. “Inilah yang menjadi tema kita pada Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu tahun ini yang diambil dari Yesaya 43 ayat 4A” kata Ineke.
Pdt Ineke Magadalena berdarah Ambon ini, adalah koordinator Sekolah Minggu di Gereja Gekari Maranatha. Dia sendiri sudah terbiasa berhadapan dengan ratusan bahkan ribuan anak sekolah minggu. Nampaknya dia sudah memiliki ilmu tersendiri untuk memberi pendidikan dan pengajaan kepada anak sekolah minggu.
“Kami sering membuat Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) khusus bagi anak-anak jemaat Gekari yang tersebar di Pekanbaru diantaranya di Palas, Sigunggung, Pasir Putih, Sidomulyo dan Garuda Sakti. Bila semuanya anak sekolah minggu berkumpul dan KKR bisa berjumlah 500 orang,” katanya menjelaskan.
Dia berpesan kepada seluruh gereja dan orang tua supaya terus mengembangkan bakar dan minat anak usia sekolah minggu. Hidup mereka jangan disiasiakan karena mereka sangat spsial bagi Tuhan. Cara memimpin anak-anak harus hati-hati sejak dini.
Dia mengajak seluruh orang tua agar sejak dini menyuruh anaknya setiap hari minggu ke gereja untuk mengikuti kebaktian sekolah minggu. Selain itu, dia juga berharap kepada gereja agar tetap memperhatikan anak sekolah minggu termasuk guru-gurunya.
Menyangkut kurangnya guru agama Kristen di sekolah negeri dan swasta, khususnya sekolah dasar, dia mengatakan sudah sepatutnya hal ini dipikirkan oleh semua pihak termasuk gereja. Jangan hanya memikirkan pendidikan anak di bidang Matematika dan Bahasa Inggris misalnya, sementara pendidikan rohani dinomorduakan. Kalau mental rohani anak-anak dimbina dengan baik, otomatis si anak akan pintar dalam mata pelajaran lainnya. Karena itu, bagi saya, pendidikan rohani harus lebih diutamakan.
Sesuai dengan data yang dicatat Horas dari panitia, Gereja yang mengirimkan anak sekolah minggu mengikuti BOAS tahun ini sebanyak 20 diantaranya GBI Nangka, Pouckh Narwastu, GKPA Durian, Pouckh RAPP, GKPI Estimasi, GKPS Pekanbaru, Pouckh Sei Galuh, GPIB Gideon, GMII Nehemia, GKPI Senantiasa, GIA, GMI Sion, HLI Agape, GBKP, HKI Resor Pekanbaru, GKPI Palapa. Sementara gereja terbesar bernama HKBP tidak terlihat. *)

TOLU GABE SADA

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012

Sinurat ni Amanta : Arip Rimpuan Sianturi, Wartawan Tabloid Horas
Sungkun-sungkun do ra rohanta, aha do lapatan ni hata “Tolu Gabe Sada”. Molo tatilik sian haugamoon, dohononta ma ra “Tri Tunggal”. Molo tabereng sian adat habatahon, tadok ma ra “Dalihan Na Tolu”.
Ndang apala i lapatan ni pandohan on, alai molo tapadomu-domu, boi do i gabe sarupa lapatan na.
Di huta Muara Fajar Rumbai, adong tolu punguan parsahutaon ni hakak hita. Naparjolo digoari ma i Punguan Parsahutaon Dos Roha, napaduahon Punguan Parsahutaon Harapan Maju, jala patoluhon ima Punguan Parsahutaon Sauduran.
Najolo, ditingki otik dope halak hita di luat Muara Fajar, holan sada do Punguan Parsahutaon. Alai di tingki na parpudi on, ala nunga lam bahat halak hita marroan tu luat on, gabe dibagi tolu punguan parsahutaon. Godang ni anggota na tolu parsahutaon on hurang lobi 300 kepala keluarga.
Alai nang pe tolu parsahutaon, di angka ulaon siganup ari isarana pamuli boru manang pangolihon anak dohot diulaon habot ni roha, tetap do sada jala sada nasida mangadopi.
Boi dohonon, nang pe naung gabe tolu parsahutaon nasida, tetap do nasida sisada boru sisada anak, sisada ulaon di las ni roha dohot ulaon habot ni roha. Boi dohonan ma nasida “Sada Gabe Tolu, Tolu Gabe Sada”.
Hasadaon ni halak hita na adong di Muara Fajar, boi do on gabe sada tiruan di angka halak hita na adong diluat parserahan on.
Molo adong sada ulaon di parsahutaon na sada, isarana pangoli anak, diontang do parsahutaon na dua nari. Jala maracara do nasida disi jala sude panumpahi. Suang songon i na pamuli boru, sude do mangulosi. Jala adong do panggoraon disi.
Suang songon i do nang diulaon habot ni roha. totop do tarida parsahutaon na tolu i.
Ulaon hasadaon on tarida maon di halak batak toba. Harana punguan ni donganta halak Nias adong do tersendiri, suang songon i donganta na sian Selatan dohot Tanah Karo. Ipe mardalan do dohot denggan.
Nang pe pada umumna karejo ni halak hita Marpinahan diluat on, alai parsaoranna tu dongan suku na asing tung mansai denggan do.
Ndang apala haru adong parbada-badaan dohot pargunturon di luat on sahat ro di sadari on.
Torop do nang gareja jonjong di huta on, alai ndang adong na manggunturi. Sai anggiat ma hasadaon on lam tu dengganna tujoloan on. Horas ma. *)

Sabtu, 22 Desember 2012

Marlas Hutasoit SH Anak Petani dari Lumban Pea Jadi Pengacara

TAHUN I | edisi 02 | 21 OKT - 03 Nov 2012

Menjadi seorang penegak hukum memang gampang. Namun, untuk menegakkan hukum itu adalah hal yang sulit.
Demikian awal pembicaraan Wartawan Horas dengan tokoh sentral kita bernama: Marlas Hutasoit SH, Selasa, (9/10) di rumahnya Rt 05 Rw 03 Kompleks Perumahan Duta Mas Desa Tanah Merah Kecamatan Siak Hulu.
Pria kelahiran tahun 1979 di Desa Lumban Pea Siborong-borong Tapanuli Utara ini menuturkan kisahnya hingga ia boleh dikatakan sudah merambah ke berbagai Negara dunia mempelajari tentang hukum. Padahal suami wanita cantik bernama Anita Carolina Megawati Siahaan ini, adalah lulusan dari Universitas Tanjungpura Kalimatan barat.
Berbicara mengenai hukum Internasional, pria yang dilahirkan  oleh Ibunya boru Nababan ini tidak jauh bedanya bagai minum air kelapa muda. Apalagi mengenai hukum lokal, bisa-bisa. pendengar akan terbuai sebab untaian bahasanya mudah dimengerti oleh setiap orang.
Marlas begitu panggilan akrabnya, memilki gaya hidup sederhana sesuai dengan anjuran abang dari ayahnya kandungnya sebagai orang yang menciptakannya menjadi orang yang berdisipilin. Dia diajarkan agar menghargai arti sebuah kejujuran serta menjung-jung tinggi norma-norma budaya dan etika. Justuru itulah pria batak toba yang satu ini disayangi bahkan disegani pada setiap pertemuan dan berbagai perkumpulan.
Setelah tamat dari sekolah dasar Negeri Hutasoit Pardomuan Siborong-borong I.
Tahun 1993 Marlas remaja langsung diboyong keluarga ayahnya  ke Kalimantan Barat. Di tanah kerajaan Mulawarman itu ia dibina dan digembleng paktuanya melalui suntikan motivasi hingga menciptakan Marlas tidak mengenal lelah untuk belajar.
Enam tahun tidak terasa menduduki bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di SMA III Negeri Singkawang, menempa Marlas menjadi pemuda tangguh tidak kenal lelah menyerah dalam setiap masalah.   
Tanpa mengalami aral melintang, tahun 1999 ia langsung masuk ke perguruan tinggi Universitas Negeri Tanjungpura. Sesuai dengan krakter yang dimilikinya yang tidak suka mendengar pembicaraan berbelit-belit, jurusan yang dia pilih selama kuliah adalah bidang hukum. Memang, bak pepatah mengatakan, kemanapun mutiara dicampakkan jika memang mutiara pasti akan tetap bersinar.
Tiga tahun dua bulan duduk dibangku kuliah bidang study hukum, bulan November 2002 sudah menjalani meja hijau tepat bulan November 2002 sebagai pertanda seluruh SKS telah usai. Setelah menyendang gelar Sarjana hukum pada bulan April 2003, Marlas Hutasoit SH, langsung hijrah ke kota Jakarta.
Disanalah ia mengeluti profesi sebagai Ketua di sebuah LSM (lembaga swadaya masyarakat) berlabel “LSM PMK HKBP”. Melalui kecerdasan serta kebolehannya dalam bahasa hukum, hingga dia sering terpanggil sebagai Narasumber di beberapa TV Swasta di Jakarta.
Atas dasar kesekat-an dan kepiawaiannya itulah, hingga sebuah LSM asing rela mengutus Marlas Hutasoit SH agar melanjutkan kuliahnya ke Negara bekas kekuasaan Ferdinand Marcos yaitu di kota Manila. Tidak berapa lama mengikuti kuliah di sana, ia menjadi mahasiswa teladan di Universitas ASI (Asean Sosial Instituti ) bidang ilmu masyarakat dan komunitas diasuh oleh Dr Mina M Ramirez.
Seiring dengan perkembangan jaman untuk memaksa dan menuntut profesionalisme yang diembannya seakan ingin berontak untuk membebaskan kaum lemah dari keganasan hukum. Namanya bagai minum air laut semakin diminum semakin haus, walaupun sudah mengantongi surat berharga bidang masyarakat dan komunitas dari Universitas ternama di Manila,  kuasa hukum yang pernah berkantor di Jl Pandu Kelurahan Simpang Tiga Bukit Raya ini, tidak sampai hitungan tahun, berangkat untuk menyandingkan gelar yang di sandangnya, ke Negeri Ginseng Korea Selatan sebagai  tujuan utamanya.
Disana pria pemilik tinggi badan 163 Cm ini, langsung mengikuti mata kuliah di Universitas Seuol National bidang study Perburuhan. Adapun dia memilih Negara Korea sebagai tempatnya menimba ilmu perburuhan, dikarenakan Negara Korea sudah diakui dunia International sebagai tolak ukur dunia bidang perburuhan. 
Tekad untuk memburu ilmu belum usai,  setelah kembali ke Indonesia dari Korea, pria yang menikahi gadis Srikandi Universitas Soedirman kota Solo ini langsung berangkat lagi ke New Zeland Selandia baru. Disana ia langsung memborong berbagai ilmu di sebuah Universitas beken bernama Universitas New South Wales Universiti dibidasni oleh Prof David  Dixon.  Untuk mensejajarkan ilmu yang dimilikinya, di New Zeland Marlas mempelajari tentang masalah hak azasi manusia (HAM). Menurutnya, semuanya itu ia lakukan, bukan untuk mencari pamor maupun gelar kesarjanaan produksi luar negeri. Tetapi, terus terang dalam pengakuannya hanya berkeinginan kiranya dapat menjadi  garam dan terang dunia di mata hukum.
Memang harus kita akui bahwa anak ketiga dari enam bersaudara ini memiliki Intelegensi bagus serta IQ brilian. Buktinya, untuk meraih gelar sarjana hukum anak dari Ompu Sari Jaya Hutasoit ini hanya butuh waktu 164 minggu dengan nilai Indeks Prestasi (IP) 3,58 sangat memuaskan dan mendapat nilai pujian Cum Laud.
Ditengah pembicaraannya, Marlas Hutasoit SH memiliki Motto hidup, “dalam kehidupan perlu mendapat tantangan. Hanya melalui tantangan itulah kita akan teruji di bidang segala hal,” ungkapnya sembari minum teh kopi kesukaannya.
Artinya, jelas kita ketahui bahwa LSM PMK HKBP yang diasuhnya  bukanlah LSM “abal-abal” alias LSM emplop. Buktinya, LSM yang ditanganinya itu adalah mitra kerja berbagai LSM seperti, ICW, Kontras dan lain sebagainya.
Menjadi Ketua LSM adalah kesukaan awalnya, karena dia dapat mengkritisi hal-hal yang sudah merugikan hak orang lain tanpa mengindahkan hukum yang berlaku..
Kenangan paling sulit untuk dilupakan penggemar mobil tahun lama ini adalah, masih usia 30 Tahun Marlas langsung dilantiknya menjadi Ketua LBH (Lembaga Bantuan Hukum) di Jakarta. Yang paling mengejutkannya adalah, September 2008 - 2009 dia dinobatkan menjadi Direktur Advokad hukum se Kabupaten Simalungun di Pamatang Siantar. Jelas kita ketahui, dengan sudah sejuta jabatan bahkan ratusan prestasi yang sudah berada digemgamannya, mengarahkanya bagaikan “padi” yang semakin berisi semakin merunduk.
Kesederhanaannya itulah membuat orang memandangnya semakin kagum dan terpesona. Ditambah gaya bahasa yang jelas serta tutur kata yang indah membuat  bibir manis yang dimilikinya itu dapat menciptakan kepuasan tersendiri bagi orang lain saat ia berbicara.  Memang; jika dilihat dari ketegaran serta adidayanya dikala mengolah kata-kata yang dieksprisikannya melalui sentuhan–sentuhan nurani, membuat orang yang mendengarnya di setiap persidangan menjadi luluh dan terkesima.
Untuk lebih mengenalnya inilah  hasil wawancara Tabloid HORAS dengan Marlas Hutasoit SH.
Sebenarnya, apa yang mendorong Anda memilih profesi sebagai Pengacara.
Jelas saya akui, semenjak anak-anak, saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang Pengacara. Tetapi, melihat cara “amangtua” saya yang ada di Kalimantan menjadikan saya tertarik mempelajari arti sebuah kejujuran.
Tadi Anda mengatakan tentang kejujuran. Kejujuran apa yang tidak dimiliki bangsa ini.
Dalam arti harfiah, sebagian anak bangsa kita masih sulit untuk mengucapkan  kesalahannya sendiri. Jika  bangsa ini sudah sulit mengatakan yang benar, pada akhirnya hukum laut pasti yang berbicara. Justru itulah kita jadi terpanggil agar kebenaran itu selalu kita utamakan sedapat mungkin. Dan itulah misi saya paling utama
Memang kebenaran itu harus kita utamakan. Tetapi, jangan-jangan Anda sendiri “maju tak gentar, memenangkan yang bayar”.
Memang hal itu tidak bisa kita pungkiri. Tetapi, tidaklah semua pengacara yang sedemikian. Harus melihat orangnya. Artinya, masih banyak teman-teman Pengacara yang tidak mau menggadaikan moral dan imannya hanya karena kebahagiaan sesaat. Termasuk saya sendirilah orangnya yang tidak dapat dibeli bagai jualan sayur.
Berbicara mengenai profesi. Anda mengatakan adalah anak seorang petani. Jika mau jujur, darimana dana yang Anda peroleh saat kuliah di Luar negeri.
Semuanya itu adalah rencana Tuhan. Walaupun anak seorang petani tidak dilarang menjadi Pengacara hingga mendapat Beasiswa. Dan itu saya dapat adalah melalui kerja keras serta kompetisi melalui sleksi oleh beberapa LSM asing di Jakarta yaitu LSM BspW (Broth Sor Phe Well). Justru itulah saya lebih terpanggil untuk membela kebenaran karena orang lain sudah menilai saya melalui kebenaran.
Berbicara mengenai kebenaran! Saat seorang pengacara mengikuti persidangan dipengadilan, berapa persen kebenaran itu dijalankannya.
Jika kita mau jujur, profesi sebagai pengacara adalah profesi yang mulia. Jikalaulah ada diantara teman-teman kita seperti yang Anda duga, itu adalah oknumnya. Jika kita sudah berbicara oknum, maunya jangan kita kaitkan nama lembaganya. Siapapun dia jika sudah menjadi kuasa hukum, tidaklah langsung menerima kuasa sebelum kasusnya dipelajari. Setelah kasus tersebut dipelajari, baru ada jawaban bisa  atau tidak untuk dibela. Namanya membela, jika memang si tersangka di pihak yang benar sesuai dengan fakta, bukan tidak mungkin akan lepas dari segala tuduhan. Jika si klien memang benar-benar bersalah, tidaklah mungkin dapat bebas dari hukum. Cuma hukum itulah yang dapat meringankan hukumannya.
Semenjak Anda menggeluti sebagai pengacara, sudah berapa perkara yang sangat pelik bisa Anda bela.
Waduh ! jika dihitung perkara sangat pelik dan sudah kita bantu saya rasa tidak terhitung lagi.  Apalagi saat saya di Pematang Siantar Sumatra Utara. Karena kita masih tergolong baru di Riau ini, baru di atas Duapuluhan perkara yang sangat pelik yangsudah  kita tangani. Klo perkara biasa, wah sdah tergolong banyak. Dan boleh dikatakan, belum pernah kita mengalami kesulitan yang berarti  dalam penyelesaianya.
Memang pengakuan ayah seorang anak laki-laki bernama Utrecht Hutasoit ini adalah benar. Menurut pengamatan Tabloid HORAS di beberapa Pengadilan di Riau. Atas kearifan dan ketelitiannya menjadi kuasa hukum dalam suatu perkara, mengantarkan kliennya merasa puas.  Tetapi, bak pepatah mengatakan,” sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan pernah jatuh ketanah”. Artinya, sepandai-pandai Marlas Hutasoit,SH membela kliennya, pasti pernah ditipu oleh klien-nya sendiri.
Memang Marlas bukanlah tipe orang yang mau keluyuran disembarangan tempat. Tetapi, sangat pandai beradaptasi kepada sekelilingnya tanpa memandang bulu sikaya maupun si miskin. Soalnya, jika sudah berbicara dengan dia kita pasti tidak menyangka bahwa dia adalah dedengkotnya hukum. Apalagi jika melihat keceriaan wajahnya dikala melemparkan senyum khasnya itu, Marlas Hutasoit SH, boleh dibilang bagaikan  Rhajes Khanaa bintang flim India tahun 70 an yang tidak mau membedakan kasta dan tidak mau  protokoler
Putra keturunan dari marga Hutasoit (Borsak Bimbinan) ini telah mempersunting wanita idamannya bernama Anita Carolina Megawati Siahaan,  7 Agustus 2009
Dari hasil pernikahannya, mereka sudah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Utrecht Hutasoit. Nama ini diambil dari nama  ahli hukum paling terkenal di Amerika Serikat.
Sebagai wanita karier, sebelum berangkat ke kantor kerjanya sang istri tercinta sudah barang pasti mengingatkan sang suami agar tidak melupakan kuasa Tuhan.  Boleh kita lihat sendiri setiap hari Minggu mereka pasti akan menunaikan kewajibannya ke gereja HKBP Trinititas Pasir Putih. Menurut mereka, selaku manusia, jika masih ada waktu, maunya jangan melupakan “Alva Omega”. *m sihotang     

Mata air Mujarab Pulau Samosir

Laporan : Wanry Sihotang, Wartawan Tabloid Horas
HORAS, Samosir
Seiring dengan perkembangan era globalisasi, sudah sepantasnya darah Pulau Samosir bagai tuan rumah yang tertidur. Padahal, jika masyarakat perantau yang berasal dari tanah warisan Siraja batak itu saling membangun daerah asalnya sendiri, bukan tiidak mungkin para wisatawan domistik akan berlabuh kesana.
Padahal, yang paling cepat untuk mendongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah dari pariwisata. Maunya, masyarakat yang berasal darisana harus selalu mengingat istilah MARTABE (marsipature hutana be). Jika program itu sudah berjalan baik, pemerintah daerah pun pasti aka terbantu untuk menata dan merealisasikan ke daerah maupun tempat -tempat bersejarah sebagai tempat yang harus dikunjungi.
Hal itu dikatakan oleh mantan Kepala Desa Lumban Raja Negeri Sihotang, P. Simarsoit (56) di rumahnya hari Senin 12/10/2012 lalu. Dalam penuturannya kepada Tabloid HORAS, “sebenarnya Pulau Samosir adalah sebuah tempat wisata paling indah di Indonesia bahkan di dunia. Tetapi, karena masyarakatnya belum dapat menerima peredaran zaman dan pergeseran waktu, pada akhirnya, kita tidak akan jauh bedanya bagaikan tikus mati terkapar di dalam lumbung beras,” ungkapnya menyayangkan,”
Pada uraiannya menambahkan, “coba kita bayangkan daerah Bali. Emangnya apa yang unik disana? Hanya mengandalkan pantainya bersama tari-tariannya saja mereka dapat meningkatkan kehidupannya. Semuanya itu bergantung kepada masyarakat itu sendiri.  Bali terkenal hingga ke penjuru dunia karena masyarakat di sana mau memperkenalkan benda-benda dan tempat-tempat bersejarah kepada dunia luar”. Terang P.Sihotang, serius
Hal itu dibenarkan oleh James Simbolon (40) penduduk Desa Sigaol Tonga-tonga negeri Simbolon. “Seandainya masyarakat yang ada di daerah Siigar-igar mau berkompetisi dengan daerah lain melalui permandian air panas yang ada di sana, saya rasa pihak pemerintah pasti mengucurkan dana melalui UKM (usaha kecil menengah) kepada masyarakat tempatan”. Sambil mengepulkan asap rokoknya, James Simbolon melanjutkan pembicaraannya, “boleh kita lihat sendiri bagaimana cara masyarakat di sana dalam mengembangkan usahanya sendiri. Boleh dikatakan, tidak jauh bedanya dengan pemain bola yang hanya menunggu bola mati.”
Memang melihat keadaan lokasi permandian air panas yang katanya dibuat hanya sebagai lintasan BANDES selama ini, boleh dikatakan tidak mengalami perobahan yang signipikan. Kalau kita mau jujur, bagi masyarakat yang ingin merasakan betapa enak hangatnya air panas hasil proses alam, pasti memilih permandian Aek Rangat Hirta yang ada di daerah Siogung-ogung Pangururan.
Hal itu dikatakan oleh Jeniver heart (34) wisatawan asal Australia di Pangururan pada minggu lalu. “Seandainya jika masyarakat di sana mau membuka peluang bagi pemodal untuk mengembangkan permandian Aek Rangat Sigaung-gaung, daerah tersebut pasti akan menjadi ICON nya desa Rianiate. Karena lokasi tersebut tepat pada pusaran antara desa Simbolon, Hatoguan dengan desa Sihotang dan Tamba.” tegasnya meyakinkan dengan logat bule.
Dari pantauan Wartawan Horas di lapangan, beberapa benda maupun tempat bersejarah di Samosir khususnya di daerah Pintubatu Rianiate dan negeri Sihotang, dapat dipastikan tidak pernah disentuh pemerintah melalui dana bantuan. “Jangankan untuk dibantu, ditinjau saja saja sudah syukur”. Hal itu dikatakan oleh salah seorang tokoh masyarakat Hatoguan bernama ML. Sitohang (56) ditempat kerjanya di Mogang. 
Seiring dengan apa yang dikatakan oleh ML Sitohang tadi, misalnya, Aek rangat Sigaung-gaung yang katanya dapat mengobati berbagai penyakit kulit maunya sudah lama menanti sentuhan belas kasih pemerintah. Demikian juga sumber mata air yang ada di tempat pemukiman masyarakat Siigar-igar yang tidak seberapa jauh dari jalan besar menuju Palipi dan Naenggolan. Menurut pengakuan masyarakat disana, bahwa sumber mata air tersebut memiliki keajaiban bahkan mujarab untuk mengobati berbagai penyakit dalam. Soalnya, bahwa mata air milik marga Manik tersebut dapat sangat dipercaya diantara mata air di Indonesia.
Artinya, walaupun terik panas matahari melampaui batas, air tersebut pasti terasa dingin. Tetapi, jika musim hujan apalagi waktu  malam hari, air tersebut dipastikan terasa hangat. Yang sulit diterima akal sehat adalah, jika kita langsung meminum air di tempat tersebut, rasa pasti sedikit asam. Tetapi, jika air tersebut sudah masuk ke dalam ember maupun periuk, apalagi  sudah berada di dalam rumah, rasanya pasti akan berubah menjadi tawar.
Uniknya, menurut masyarakat setempat, bahwa sumber mata air tersebut bermuara dari  desa Rianiate yang jauh di bawah permukaan air yang banyak mengandung mitos tersebut. Beberapa orangtua disana mengatakan, dulunya, jika desa Rianiate sedang panen, biji padi yang kosong pasti banyak keluar dari muara mata air itu. Melalui keunikan itulah, di jaman Ordebaru beberapa orang peneliti telah datang dari Pusat untuk menguji kelayakan air itu.
Setelah beberapa minggu, tim penelita langsung mengatakan, bahwa keberadaan air tersebut mengandung banyak zat yang dapat membunuh berbagai kuman dan bakteri.
Makanya, sudah ratusan tahun penduduk disana tidak enggan untuk mengkomsumsinya langsung tanpa dimasak terlebih dulu.   Misalnya, penyakit muntaber dan penyakit ginjal serta penyakit hepatitis dalam waktu singkat dapat sembuh disana.
Demikian juga di daerah negeri Sihotang yang kebetulan dipisah oleh  Danau Toba dengan desa Siigar-igar. Dari pantauan Horas baru-baru ini, beberapa tempat bersejarah yang layak untuk diorbitkan masih banyak di tanah peninggalan putra kedua dari Raja si rajaoloan tersebut. Salah satu barang bukti sejarah adalah Batu Pangunsandean ni ompu Sigodangulu  sebagai leluhurnya marga Sihotang yang terletak di Juma Nabolak précis di pinggir Tombak si Haranggian negeri Sihotang. Di atas Batu Pangunsandean itulah Raja Sigodangulu tertidur pulas saat mencari hau borotan  atas perintah Ayahandanya yaitu Raja Sirajaoloan dari huta Bakkara Humbang. kala itu. Penelusuran Wartawan Tabloid Horas belum sampai disitu untuk mencari lokasi-lokasi yang dianggap memiliki sejarah apalagi memiliki muatan gaib. Tidak jauh dari Tugu Raja Sigodangulu Sihotang tepat di pinggir Dolok si Pege-pege, di sana terdapat sebuah sumber mata air milik ompu Portibi Sinomba Sihotang Simarsoit.
Menurut para orangtua disana mengatakan, bahwa  mata air tersebut memiliki keunikan tersendiri. Jika turunan dari marga Sihotang Simarsoit maupun turunan marga Sihombing Hutasoit Parpati Toba datang ketempat tersebut untuk melakukan doa kesembuhan, jika bernasib mujur, puluhan bahkan ratusan  ekor ikan pora-pora pasti datang untuk menyambutnya.
Tapi jika yang datang itu bernasib apes, jangankan ikan pora-pora yang datang menyambut. Si pasing saja pun pasti tidak akan ada disana. Bahkan jika yang datang nasib buruk, dalam seketika, warna air yang bermuara dari bawah pohon beringin itu langsung menjadi keruh. Hal itu dibenarkan oleh Kepala desa Simarsoit Toba E Sihotang (48) di huta Bonandolok minggu lalu.
Sebenarnya, hanya marga sihotang saja datang kesana untuk berlibur sekaligus untuk jiarah, sudah menambah PAD daerah tersebut. Tetapi, karena benda dan tempat bersejarah itu tidak pernah diurus, akhirnya, keberadaan benda yang kaya sejarah juga bermuatan budaya itu  hanya menciptakan mitos doang. *

Tata Cara Pernikahan Adat aBatk

Catatan Redaksi :
Tulisan ini dianjurkan supaya dibaca oleh kaum muda agar mengerti dan paham tata cara dan tahapan pernikahan adat batak. Banyak diantara kita yang sering ke pesta pernikahan, tapi tidak mengerti tata cara adat batak. Tidak hanya kelompok umur muda, kelompok umur tua pun banyak yang tidak paham. Sehingga, raja parhata dan protokol, menjadi guru setiap ada pesta perkawinan anak. Tulisan ini hanya sebuah tahapan. Nanti akan kita ulas secara detail setiap tahap.

“Magodang anak, pangolihononhon, magodang boru pahutaon (pamulion)”
Artinya: Jika putra sudah dewasa, ia akan dicarikan istri (dinikahkan) dan jika putri sudah dewasa dia patut bersuami (tinggal di kampung suaminya).

Masyarakat Batak, tak terkecuali di kota-kota besar termasuk Pekanbaru, masih memegang kuat nilai-nilai budaya. Mulai dari sistem kekerabatan, hingga adat istiadat (termasuk ruhut paradaton dalam perhelatan adat mulai dari bayi, anak, remaja, perkawinan dan kematian) tetap terpelihara dalam kehidupan sehari-hari. Berikut urut-urutan adat pernikahan di dalam masyarakat Batak khususnya Batak Toba yang lazim digunakan mulai dari patiur baba ni mual (mohon doa restu) hingga marunjuk (pesta pernikahan).
A. PATIUR BABA NI MUAL (permisi dan mohon doa restu Tulang)
Prosesi ini merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh orangtua terhadap hula-hula (kelompok marga asal sang istri) sebelum putranya menikah. Menurut adat, putri tulang (saudara kandung laki-laki dari pihak ibu) adalah jodoh pertama dari putranya. Apabila pasangan hidup yang dipilih bukan putri tulang, maka orang tuanya perlu membawa putranya permisi dan mohon doa restu tulang. Adat ini hanya dilakukan pada putra pertama yang akan menikah.
B. MARHORI-HORI DINGDING (perkenalan keluarga secara tertutup)
Beberapa bulan sebelum pesta pernikahan, keluarga pihak laki-laki (paranak/pangoli) mengunjungi keluarga pihak perempuan (parboru/oroan) dengan maksud memperkenalkan diri dan menetapkan tanggal dan hari untuk lamaran. Marhori-hori dingding hanya dilakukan oleh keluarga inti saja, karena sesuai dengan artinya (marhori = berkomunikasi, dingding = dinding) pertemuan ini diadakan secara intim dan tertutup. Suguhan yang dibawakan pun cukup berupa kue atau buah.
C. MARHUSIP (perundingan diam-diam) & PATUA HATA (melamar secara resmi):
Beberapa waktu kemudian, atas hasil pembicaraan hori-hori dingding maka diadakan pembicaraan yang lebih formal antar keluarga dekat (belum melibatkan masyarakat luar). Baik pihak paranak maupun parboru didampingi oleh raja adat masing-masing. Pihak paranak datang ke tempat keluarga parboru dengan membawa sipanganon (makanan & minuman). Pada acara ini pihak paranak mempersembahkan tudu-tudu sipanganon (makanan berupa kepala pinahan lobu/babi atau kerbau) dan pihak parboru memberikan dengke (ikan mas).
Acara marhusip biasanya langsung dirangkai dengan acara melamar secara resmi yang dipimpin oleh para raja adat. Acara ini dinamakan patua hata yang secara harafiah berarti meningkatkan taraf kesepakatan yang tak lagi hanya melibatkan kedua pasangan muda-mudi saja tapi sudah naik ke taraf kesepakatan antar orang tua.
D. MARHATA SINAMOT
Dalam acara ini dibahas secara detail adat yang akan dilaksanakan. Antara lain:
1. Merundingkan mas kawin / mahar / tuhor
Meliputi pembahasan jumlah dan bentuk sinamot (uang mahar) yang akan diberikan oleh pihak paranak, dan panjuhuti (jenis ternak yang akan dipotong) yang kini ditetapkan pihak parboru. Dahulu, ternak panjuhuti disediakan pihak paranak dan merupakan bagian dari sinamot.
2. Jumlah ulos yang akan diberikan pihak parboru kepada pihak paranak (ulos herbang)
Biasanya jumlah ulos tergantung kesepakatan.
3. Tempat dan tanggal martumpol dan pernikahan
Tempat pesta pernikahan dapat diselenggarakan di tempat pengantin perempuan (dialap jual) atau tempat pengantin laki-laki (tahuron jual). Jika pesta diselenggarakan di tempat paranak, maka pihak paranak tidak diwajibkan membawa sibuha-buhai (sajian pagi pada hari H). Jual beras (boras si pir ni tondi) dan dengke siuk (ikan arsik/pepes) sebagai bawaan kerabat pihak paranak akan beralih kepada pihak parboru sebagai bolahan amak atau tuan rumah.
4. Banyaknya jumlah undangan dari kedua belah pihak
Selama marhusip dan patua hata berlangsung kedua belah keluarga duduk secara berhadap-hadapan dan kedua pengantin biasanya “disembunyikan” lebih dahulu atau tidak dilibatkan, sampai pada akhir acara barulah keduanya dipanggil untuk diperkenalkan ke seluruh keluarga dan diberi wejangan / pengarahan. Sebelum acara ditutup biasanya dibagikan uang ingot-ingot ke pihak keluarga yang jumlahnya bervariasi, tergantung posisi orang tersebut dalam tatanan adat.
F. MARTUMPOL
Persetujuan pernikahan sekaligus pewartaan atau pengumuman melalui institusi agama (gereja). Bila dilakukan di gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) maka pewartaan (yang biasa disebut tingting) dilakukan setidaknya 2 kali dalam 2 minggu berturut-turut. Bila tidak ada pihak yang berkeberatan / menggugat, barulah pernikahan dapat diselenggarakan.
G. MARTONGGO RAJA DAN MARIA RAJA
Seusai martumpol, biasanya dilanjutkan dengan pembicaraan di rumah masing-masing pihak yang disebut martonggo raja (di tempat keluarga parboru) dan maria raja (di keluarga paranak). Pembicaraan ini membahas lebih detail lagi prosesi adat hari H, terutama keterlibatan masing-masing personil keluarga besar (dongan sahuta), seperti siapa yang bertugas untuk memberi dan menerima ulos, dan hal-hal yang telah disepakati dalam acara marhusip sebelumnya.
H. PAMASU-MASUON (pemberkatan nikah) & MARUNJUK (pesta adat)
Setelah urut-urutan adat pernikahan dilalui, tibalah untuk menggelar pesta pernikahan yang diawali dengan pemberkatan di rumah ibadah dan dilanjutkan dengan marunjuk (pesta adapt di Sopogodang).
Sekilas urutan prosesi pada hari H dapat disimak di bawah.
MARSIBUHA-BUHAI
Pagi hari (sekitar pukul 08.00) rombongan paranak datang untuk menjemput mempelai wanita dengan membawa tanda makanan adat na margoar / sangsang (pinahan lobu/babi atau kerbau) dan pihak parboru menyediakan dengke (ikan mas),sebagai tanda permulaan ikatan kekerabatan atau berbesanan (mamuhai partondongan). Seluruh keluarga pun makan pagi bersama, dan setelahnya orang tua parboru memimpin doa memberangkatkan pengantin ke rumah ibadah untuk pemberkatan.
PAMASU-MASUON (pemberkatan nikah)
Pemberkatan dilakukan di tempat ibadah. Untuk kepraktisan, sebelum acara pemberkatan dimulai biasanya dilakukan pencatatan sipil di tempat. Setelah pemberkatan usai, seluruh keluarga berangkat menuju tempat pesta adat.
MARUNJUK (pesta adat)
Setelah mempelai dan keluarga kedua pihak telah tiba dalam gedung, kedua belah pihak saling menyerahkan tanda makanan adat. Pihak paranak menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon (pinahan lobu/babi atau kerbau utuh yang telah dipotong dan disusun menjadi beberapa bagian tertentu) pada pihak parboru, dan sebaliknya pihak parboru menyerahkan dengke simudur-mudur (ikan mas).
1. Pembagian Jambar
Setelah proses tukar-menukar suguhan selesai, diadakan santap bersama yang didahului dengan doa. Lalu kedua belah pihak bersepakat tentang pembagian jambar juhut (tanda makanan adat yang berasal dari tudu ni sipanganon) di mana tiap potongan daging dibagi-bagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Pihak parboru yang mendapat daging (juhut) dari paranak membagi-bagikan daging kepada dongan tubu dan dongan sahuta, pangula ni huria bahkan parmusik yang disebut Lompan Natabo. Pihak paranak yang mendapat dengke (ikan mas) dari pihak parboru membagi-bagikan ikan kepada dongan tubu, boru, bere dan dongan sahuta, pangula ni huria bahkan parmusik yang disebut Ulu Nidengke.
2. Tumpak
Usai pembagian berkat daging, pihak paranak mengumpulkan sumbangan gugu dan tumpak dari semua kerabat yang diundang. Setelah seluruh hadirin menyerahkan tumpaknya, kemudian pengantin perempuan dipersilakan untuk memungut (manjomput) sumbangan yang terkumpul untuk dirinya dan selebihnya diserahkan kepada orang tua paranak.
3. Sinamot
Penyerahan Sinamor dari pihak paranak ke parboru sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pertama-tama ‘dihitung’ terlebih dahulu oleh parhata (juru bicara) paranak, lalu oleh parhata pihak parboru, kemudian diserahkan pada ibu pengantin perempuan (diterima di atas ulos yang terbuka). Kemudian kedua belah pihak keluarga saling berkenalan dengan beberapa prosesi adat seperti pemberian panandaion dari keluarga paranak pada keluarga parboru.
4. Ulos Herbang
Pihak parboru menyerahkan ulos herbang sesuai kesepakatan dalam marhusip, diawali dengan pemberian ulos passamot dan ulos hela. Ulos Passamot diberikan orang tua pengantin perempuan ke orang tua pengantin laki-laki dengan makna agar dapat mengumpulkan berkat sebanyak-banyaknya. Sedangkan Ulos Hela diberikan orang tua pengantin perempuan kepada pengantin agar pengantin bersatu sepanjang masa. Selain Ulos Hela, adapula Mandar (sarung) yang diberikan kepada pengantin laki-laki untuk dipakai bekerja jika pengantin perempuan mengadakan pesta. Kemudian orang tua parboru menabur beras Sipir Ni Tondi di kepala kedua pengantin sebanyak 3 kali agar selalu sehat, kuat menghadapi cobaan dan tabah menghadapi masalah.
5. Mangulosi
Setelah pemberian ulos herbang, tibalah saat untuk mangulosi atau pemberian ulos / berkat dari seluruh keluarga bagi kedua pengantin.
6. Akhir Acara
Acara diakhiri dengan ucapan selamat dari para raja parhata, orang tua disertai dengan sepatah dua kata nasihat bagi pengantin. Kemudian kedua pengantin pun mengucapkan rasa syukur pada orang tua, saudara dan seluruh undangan.
7. PASCA PERNIKAHAN
Setelah menikah pun masih ada pula beberapa prosesi adat lama yang dilakukan meski saat ini sudah tak jamak dilaksanakan, atau disatukan dalam prosesi adat untuk alasan kepraktisan. Acara tersebut adalah paulak une dan maningkir tangga, yang ditujukan untuk mengantar pengantin wanita ke pihak paranak dan kunjungan pihak parboru pada huta / desa tempat tinggal pengantin yang merupakan tempat tinggal paranak. Seluruh rangkaian acara kemudian ditutup kembali dengan doa. (Dari berbagai sumber). Molo adong na hurang lobi boi do tapanture-red)

Sekilas tentang Radio Monaria dan Graha FM

Radio Mona Ria FM Pekanbaru yang  berdiri sejak tahun 1987 lalu kini telah memasuki usia yang ke-25, usia yang sudah tidak muda lagi. Radio Mona Ria berhasil melewati berbagai masa-masa sulit maupun transisi seperti halnya yang dialami oleh Radio lain di  Pekanbaru dan Riau umumnya.
Radio Mona Ria FM hadir menemani aktifitas audience sejak pukul 05.00 subuh sampai menghantar istrahat pukul 24.00 wib dengan berbagai alunan music pop, kreatif, slow, oldiest  Indonesia maupun manca Negara dengan diramu berbagai program interaktif  maupun Talk Show yang sudah barang tentu melibatkan audiens membahas berbagai topic dan permasalahan.
Radio Mona Ria yang berada di frekwensi 101,8 FM memilih segmen Keluarga usia 15 sampai 50 tahun mulai dari usia SMU sampai dewasa , dengan porsentase 60 porsen perempuan dan 40 porsen laki-laki. Salah satu program andalan radio Mona Ria FM ialah Mona ria Request setiap hari jam 15.00-17.00 wib, dimana setiap audiens bisa memilih dan meminta lagu yang akan diputar penyair selanjutnya dikirim dan menyapa saudara dan temannya.
Program unggulan lain, adalah Jelita Mona Ria setiap hari mulai pukul 09.00-11.00 wib membahas masalah seputar perempuan, mulai dari karir, suami, seks dan rumah tangga. Dalam program ini audiens bisa berbagi pengalaman dan tips  dengan sesama audiens.
Untuk memberikan informasi teraktual bagi masyarakat Pekanbaru, Radio Mona Ria bekerjasama dengan radio VOICE OF AMERIKA ( VOA) berupa penyiaran berita seputar Indonesia dan dunia, termasuk hiburan music dan informasi Mandarin. Disisi lain Radio Mona Ria juga bekerjasama dengan Televisi Lokal yaitu RTV menyiarkan berita RTV.
Radio Mona Ria  yang memiliki  pendengar kurang lebih 250.000 orang, sudah melakukan berbagai kegiatan OFF AIR seperti Kejuaraan Senam Aerobic Piala Gubernur Riau, Kejuaraan SKJ, Tari Kreasi dan berbagai kegiatan off air lainnya… ( Frikles.)
RADIO GRAHA FM SETIA MENEMANI KAULA MUDA
Ditengah sepinya dunia hiburan pada tahun 1995 lalu, Radio Graha FM hadir untuk memberikan hiburan segar bagi masyarakat Pekanbaru terutama kalangan kawula muda. Radio yang memiliki segmen pendengar kawula muda ini hadir dengan program khusus anak muda, baik dari segi music, materi  siaran maupun tehnik siaran penyiar.
Pada tahun 1996 Radio Graha FM sengaja menyajikan program masyarakat luas dengan music Batak, Minang, Dangduth, Melayu dan Jawa. Harus diakui pada masa itu Audiens Radio Graha memiliki puluhan ribu pendengar bukan saja di kota Pekanbaru, tetapi masyarakat pinggiran seperti Perawang, Minas, Kota Garo, Kampar, Kuansing , Pelalawan terutama yang berada di Perkebunan.
Tidak heran pada masa itu, pesawat telepon Radio Graha FM tidak henti-hentinya bordering ingin menyapa penyiar idolanya. Tetapi ada satu hal yang mungkin sedikit aneh… para pemasang iklan agak enggan menggunakan Radio Graha sebagai sarana promosi dengan alas an Radio brsifat etnis dan kedaerahan. Akibatnya pemasang iklan sangat terbatas yang sudah barang tentu berimbas kepada pendapatan Radio.
Sampai saat ini Radio Graha FM masih tetap eksis terutama di kalangan kawula muda yang kreatif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya audiens yang mengikuti program interaktif baik permintaan lagu maupun memberikan saran dan tips dalam program interaktif.
Radio Graha FM yang berada di frekwensi 96,7 FM berdasarkan hasil survie LSI tahun 2003 berada di peringkat pertama terbanyak jumlah pendengarnya. Namun belakangan ini LSI tidak pernah lagi membuat survey sehingga tidak diketahui radio Graha berada di posisi ke berapa. Radio Graha FM yang tergabung dalam Radio Kardopa Group  bersama Radio Mona Ria di Pekanbaru, Radio Kardopa dan Visi FM di Medan, Suara Tebing Tinggi di Tebing Tinggi, Radio Kharisma di Balige dan radio Suara Jupti Indah di Sibolga.
(Frikles. N)

Sejarah Kehidupan Wartawan Halak Hita di Riau

Hotmand Simanjuntak
Wartawan, di bahasa batak digoari ma on Parbarita Nauli. Karejona manurat angka na masa jala dibaritahon ma i di surat kabar. Nuaeng on, ndang holan di surat kabar be boi jahaon barita, di internet pe nunga boi.
Haroro ni halak batak tu Riau tarlumobi tu Pekanbaru dimulanai antar taon 1950-an do. Paet do nian dihilala angka donganta na parjolo i. Alai nang pe songon i, lam martamba-tamba do halak hita ro tu luat on sian bona pasogit, ala dibege godang do lowongan parkarejoan, isarana di Caltex.
Asing ni Caltex, tung  mansai godang do parkarejoan ni halak hita. Adong mai na karejo di tombak, di perusahaan swasta, pegawai negeri, tintara, polisi, martiga-tiga dohot angka na asing. Dung pe taon 1972 adong halak hita na gabe Parbarita Nauli alias wartawan, ima amanta Bismark Tampubolon. “Molo so sala au, bulan November taon 1972 do amanta Bismar Tampubolon gabe koresponden Harian Sinar Indonesia Baru Medan”, ninna amanta Hotmand Simanjuntak tingki disungkun Tabloid Horas, Jumat, (12/10).
 Di taon na mangihut pe amanta Hotmand Simanjuntak (Ima nampuna Radio Monaria sisaonari) gabe wartawan. “Maret 1973 pe ahu wartawan di Harian Semangat Kodam III Padang,” ninna amanta Hotmand Simanjuntak.
Dipudi ni i, marroan ma muse halak hita gabe korespenden manang wartawan Harian SIB isarana Mikael Pasaribu, Hasugian, WE Tinambunan, Lupina Sinaga. Alai anggota amanta WE Tinambunan (Soanari nunga Professor amantaon) satongkin do wartawan pintor guru do ibana di Kalam Kudus.
Taon 1978, ro ma amanta Jek Marbun sian Medan mamboan koran Angkatan Bersenjata jala markantor di jalan Juanda Pekanbaru.
Adong muse wartawan na margoar Badogil Simanjuntak (sipil Angkatan Darat), Ramli Lubis wartawan Analisa Medan. Mangihut ma muse Jabonar Sinaga (Mimbar Umum), Saun Ahmad Saragi (SIB) dohot angka na asing.
Holan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) do di tingki i organisasi pers na adong. Maol do dimulanai masuk tusi. “Ahu ma na parjolo halak hita anggota PWI,” ninna amanta Hotmand. Menyusul ma muse Bismark Tampubolon, Jek Marbun dohot angka na asing nai. Taon 1992-1993 tarpillit do amanta Hotmand Simanjuntak gabe Wakil Ketua PWI Cabang Riau. Di masa i Rida K Liamsi do ketua. Sahat tu sadarion tong do pengurus amanta on di PWI Cabang Riau. Nuaeng gabe penasehat na ibana rap dohot amanata Muslim Kawi dohot H Mulyadi. 
Selain aktif di organisasi PWI, Hotmand Simanjuntak hea do 10 taon gabe koordinator wartawan Unit Polda Riau. Bahat do kegiatan na binaeanna, isarana Lomba Karya Tulis, seminar dohot angka na asing na marhadomuan tu karejo ni wartawan.
Najolo, ninna ibana, nunga adong istilah korupsi alai ndang seheboh saonari. Isarana di Dinas Transmigrasi dohot Dinas PU.
Di tingki i mabiar do pejabat Pimpro dohot angka parsimongkel tu wartawan. Alai nang pe songon i, ingkon jolo investigasi do hami tu lapangan baru pe asa konfirmasi jala dibaritahon.
Surat kabar terbitan Jakarta, Medan dohot Padang do na menguasai Riau hatiha i. Nuaeng on pe bahat media cetak terbitan Pekanbaru.
Di taon 1980-1990 an marroan ma muse angka dongan wartawan halak hita tu Riau on. Tu Dumai, tu Batam dohot tu Pekanbaru.
Angka on ma goar-goar ni wartawan halak hita  : Martohap Siregar, Marganti Manalu, Demarsen Sinaga, Jhoni Simatupang, Marasudin Sagala, Maurit Simanungkalit, Jhoni P Marbun, Kombes Marbun dohot angka naasing. Molo dietong, adong do saonari on mar-100 halak wartawan halak hita na bertugas di Pekanbaru on. Molo dietong di Provinsi Riau mar-200 halak.
Nunga bahat sian nasida naung parjolo dialap Tuhanta. Bismark Tampubolon, Jek Marbun, Marganti Manalu, Jhoni simatupang, Marasudin Sagala, Agussalam Marbun, Banjarnahor dohot angka na asing.
Taon 1993, digagasi amanta Jek Marbun do mambaen Perayaan Natal Wartawan di bawah naungan PWI Cabang Riau. Sude do wartawan na beragama Kristen parsidohot di tingki nang pe so sude halak hita anggota PWI. Mulai sian i sahat tu sadarion torus do dibaen Natal Wartawan.
Angka on ma na hea gabe ketua panitia natal wartawan Provinsi Riau. Jek Marbun, Bismark Tampubolon, Hotman Simanjuntak, Demarsen Sinaga, Yanto Budiman Situmeang, Oberlin Marbun, Budiman Pardede, PH Sitompul, David Leo Lase, Jefri Sinaga.
Hotmand Simanjuntak sebagai senior dan sesepuh wartawan di Provinsi Riau mengharapkan agar wartawan halak hita terus belajar dan membaca. Harus mampu mengikuti perkembangan jaman.
Taon 1987, dibuka amanta Hotmand Simanjuntak ma Radio Manaria. Mangihut ma muse Radio Grafa FM taon 1996. Nang pe naung dibuka ibana Ridio, totop do amanta i wartawan di media cetak.
Jala ibana do sebagai Penanggungjawab Radio Mona Ria dohot Radio Graha FM
Hotman Simanjuntak lahir di Sibolga 7 Januari 1951 dan istrinya R br Silitonga.
(red-01)

Yesri E Hasugian STh, Pembimas Agama Kristen Protestan Kanwil Agama Provinsi Riau “Kita akan Mengunjungi Gereja-Gereja”

Sambil mengenal tokoh kita kali ini, rubrik yang kami asuh ini sengaja dipoles untuk membawa kita ke suatu percakapan yang unik dan menarik, sekaligus mengingatkan kita bahwa doa ibu sangat mujarab. Mudah-mudahan profil tokoh muda kita ini dapat memberikan suatu wacana dan motivasi yang bermanfaat bagi pembaca kami yang budiman.
Horas, Pekanbaru
Dalam nuansa human interest dengan mengetengahkan  nilai-nilai manusiawi akan kami lukiskan pada Edisi kali ini.
Dia memiliki kharisma yang mempesona serta seorang figur berprestasi ditambah pribadi unik dan menarik.
Para pembaca Tabloid HORAS yang kami cintai! Sebagai tokoh pilihan kami kali ini, boleh dikatakan telah memenuhi kariteria yang kita inginkan.
Dia adalah seorang putra batak sekaligus memiliki marga Sihotang turunan dari Hasugian. Dia sudah terkemuka dibidangnya, sebagai seorang Pemimbina Masyarakat Kristen Protestan di Wilayah Riau. Pemilik warna kulit hitam manis ini adalah  paripurna, ditambah kegesitannya dalam menanggapi hal-hal positif hingga menghantarkan dirinya menduduki jabatan strategis di Kantor Kementerian Agama Provinsi Riau.
Dia memiliki daya pikat luar biasa, hingga mampu memukau public melalui kekuatan kata-kata yang diekspresikannya penuh pesona sehingga pendengar selalu mengaguminya.
Siapakah dia sebenarnya? Visual berikut ini adalah gambaran hidup seharian sekaligus jatidiri yang sebenarnya.
Tokoh kita kali ini bernama lengkap, Yesri Elfis Hasugian STh. Lahir di Tapanuli Utara tanggal  7 Feberuari 1976 dari seorang ibu bernama Samaria br Situmorang (Op Enmoiya Yesda Abed Hasugian).
Ketika Elfis, demikian panggilan kesehariannya saat berusia enam tahun, mengecap pendidikan sekolah dasar di SD 060938 Medan Sumatra Utara. Dalam rentan waktu selama enam tahun itu, dia dapat menyelesaikan sekolahnya sekaligus mengantarnya kesekolah lanjutan tingkat pertama di SMP PGRI 55 Medan. Dia melanjutkan studi di selama tiga tahun di Menengah Agama Kristen Immmanuel (SMAKIM) Medan tanpa mengalami hambatan yang berarti. Penggemar lagu Haluaon Nagok No 171 ini melanjutkan studinya di Insitut Agama Kristen Medan (IAKM)  pada tahun 2000. Setelah menyandang gelar sarjana Theologia, pria pengumbar senyum ini langsung diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2003.
Kariernya menanjak bagai mesin Ford. Elfis langsung ditempatkan menjadi pengawas di bidang Pendidikan Agama Kristen pada tingkat sekolah dasar di daerah Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara  hingga  tahun 2011.
Mengenai organisasi, anak pertama dari mantan Pembimas Agama Kristen Wilayah Riau Drs Pdt Jesyas Hasugian ini tidak lagi diragukan. Selain jabatan Pembimas Agama Kristen Protestana, saat ini dia juga menjabat sebagai ketua PERGAKRI Provinsi Riau. Ditambah lagi sebagai sekretaris I Karang Taruna Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru.
Elfis lahir dan dibesarkan di tengah keluarga seorang hamba Tuhan. Dia dibina dan dididik serta digembleng agar dapat mengetahui arti kehidupan yang sebenarnya melalui agama yang dianutnya. Menurutnya, hanya melalui agama itulah manusia dapat menghargai kehidupan yang mandiri  sebagai ciptaan Tuhan yang bebas dari segala intervensi. Selain itu, menurut Elfis, ayahnya selalu mendidiknya agar menghargai disiplin, analisis serta menghormati fakta-fakta yang obyektif di dalam alam apalagi dalam kehidupan.
Disamping pembelajaran itu, ayahnya juga mengajarkan gaya hidup serta pemikiran Aristoteles kepada seluruh anak-anaknya. Dengan maksud, “orang lain masih berpikir, sementara mereka sudah berbuat”.
Sama dengan ibunya yang sangat gesit dalam membina dan mengajar anak-anaknya dengan tekun di bidang peradaban antara dunia dan akhirat. Boleh dikatakan setiap malam sebelum tidur ibunya mengajarkan cara-cara mensyukuri panca indra sekaligus melatih kepekaan melewati olah doa dan olah semedi dalam memanggil Tuhan Yesus.
Melalui gabungan dua jenis aliran pembinaan itulah sejak masa kanak-kanak hingga remaja sudah dapat menghayati arti kehidupan yang sebenarnya bahwa manusia ini hanya numpang lewat di atas dunia ini menuju alam yang sudah ditentukan Tuhan.
Atas dasar penggabungan dua  aliran pendidikan ini pulalah mempengaruhi ayah dari tiga orang anak ini sangat peka terhadap wawasan budaya mengenai dinamika bangsa serta mengantisifasi individu dan HAM serta cara kedaulatan rakyat menuju pembelaan gaya hidup dan daya kreatif manusia sebagai individu yang cerdas  terhadap masalah-masalah pendidikan apalagi keadilan sosial..
Hal itu pulalah menyebabkan dirinya menjadi orang yang tidak mau protokoler apalagi menjadi orang controversial apalagi untuk dipuji sebelum diuji. Yesri Elfis Hasugian STh sebagai nama lengkapnya, dimasa-masa remajanya selalu bercita-cita menjadi seorang dokter.  Tetapi cita-cita itu gagal karena minusnya ilmu matematika dan ilmu hitung sesuai dengan ajaran ibunya yang hanya menonjolkan masalah religius.
Buktinya, walaupun usianya masih tergolong muda pada saat itu, sudah pernah mencalonkan diri menjadi Pembimas Agama Kristen di Wilayah Riau. Tetapi nasib masih berpihak kepada Yusuf Surubakti SPak menciptakannya semakin alot dan kuat baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Sebagai bukti konkrit tentang kualitasnya, beberapa tahun kemudian tepatnya 29 Feberuari 2012 dia dilantik menduduki kursi kepemimpinan di Kantor Pembimas Agama Kristen Protestan Wilayah Riau.
Semenjak dia  menduduki jabatan yang baru itu, pria berpenampilan sederhana ini mengatakan, “kita akan mengajak teman-teman Kristiani untuk menghidupkan kembali sebuah pandangan bahwa gereja itu dapat melahirkan ilmu dan moral menuju kedamaian dan kerukunan. Sebab belakangan ini telah banyak dari kaum pemuda hanya memiliki embel-embel  Kristen KTP. Misalnya, cara berdoa walaupun melalui bahasa ibunya sendiri masih tergolong doa hafalan. Jika gereja tidak cepat mengantisipasi mental tersebut, bisa jadi mental anak-anak sekarang tidak dapat diaplikasikan. Maka segala pengajaran yang diberikan oleh hamba-hamba Tuhan maupun para guru agama di sekolah, kita kawatir mental anak-anak kita pasti akan menuju mental odong-odong kelak,” ungkapnya kepada Tabloid Horas, Selasa, (2/10) di ruang kerjanya.
Menanggapi singkronisasi hubungan para pendeta dengan pajabat di kantor agama sudah hampir tergolong terputus, Elfis Hasugian menjawab “disitulah kelemahan kita selama ini. Sebenarnya pihak Depag bidang agama Kristen Protestan dalam waktu dekat akan turun ke gereja-gereja untuk melakukan silaturahmi kepada pengurus gereja. Tetapi mengingat tugas sudah menumpuk di atas meja ditambah jumlah tenaga staf yang sangat minim, membuat kami belum dapat melakukan berbagai kunjungan ke gereja-gereja,” kata Elfis.
Memang, kata Elfis, dia sangat memahami apa yang diinginkan jemaat Kristen di Provinsi Riau. Tetapi semua rencana baik itu harus memiliki proses. Dari proses itulah cepat atau lambat akan memberikan solusi yang terbaik. Pada logikanya harus saling memahami dan memaklumi segala keterbatasan. Apalagi Negara yang kita cinta ini adalah Negara hukum yang taat kepada peraturan membuat kita tidak dapat berbuat dengan semena-mena.
Harus kita akui, lanjutnya, ajaran Kristen adalah ajaran yang selalu mentaati hukum dan peraturan. Atas ketaatan itulah kedamaian dan kerukunan antar sesama apalagi antar umat beragama dapat terwujud.
“Asa balintang ma pagabe tumundalhon sitadoan, ari ni halak Kristen do ingkon gabe asalma olo masipaolo-oloan. Ai ro Tuhanta Jesus tu portibion mamboan dame do. Molo soadong be di hita dame i, antong halak parise nama hita annon didok halak sileban,” kata Elfis mengakhiri wawancaranya dengan wartawan Tabloid Horas. (M. Sihotang)

Dolok Boru Tompul Terdapat di Gunung Tua


Di Desa Huta Lombang Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) Sumatera Utara terdapat sebuah “Tor Si Boru Tompul”. Ada juga yang menyebutnya “Dolok Boru Tompul”. Legenda ini diperkirakan sudah ada ratusan tahun silam dan hingga sekarang masih dikenang oleh masyarakat. Tor atau bukit tersebut kurang lebih satu hektar dan selalu dijadikan sebagai taman rekreasi, terutama pada hari raya Idul Fitri, HUT Kemerdekaan 17 Agustus dan hari libur lainnya oleh masyarakat setempat. Belakangan disamping bukit tersebut terdapat sebuah rumah makan bernama rumah makan Paranginan.
Tim sejarah penulisan buku sejarah Punguan Raja Toga Sitompul dan Boru Kota Pekanbaru terdiri dari Drs PH Sitompul, Jonas Sitompul, HP Sitompul dan Marisi Sitompul melakukan investigasi ke lapangan menelusuri kebenaran Tor Si Boru Tompul. Sabtu, tanggal 26 Maret 2011 sekitar pukul 05.00, tim sejarah tiba di daerah Gunung Tua. Dua kilometer menjelang kota Gunung Tua angin kencang datang. Sekitar dua kilometer melewati jembatan Gunung Tua, tim singgah di sebuah warung. Turun dari mobil, angin kencang masih datang. Tapi setelah beberapa menit angin tersebut berhenti.
Menurut pemilik warung Tengku Mangarahon Harahap, Tor Si Boru Tompul dijadikan masyarakat setempat sebagai tempat rekreasi (parmeaman). Soalnya, di atas tor (bukit) landai (datar). Tapi sepuluh tahun terakhir ini Tor tersebut tidak lagi dijadikan tempat rekreasi, pasalnya bukit tersebut sudah dijadikan sebagai tempat mengambil Batu Padas.
Sesuai dengan cerita orang tua dulu, kata Tengku Mangarahon Harahap, bahwa bila Boru Tompul dipanggil akan ada jawaban “ou” . Suara itu adalah suara wanita, namun wujudnya tidak kelihatan. 
Menurut Legenda, jaman dahulu, ada seorang Marga Harahap penduduk Gunung Tua membawa lari (kawin lari) seorang gadis pujaan hatinya Boru Tompul dari Sipirok Dolok Hole. Boru Tompul ini dibawa ke rumah orangtuanya ke Gunungtua, tapi orangtuanya tidak berterima dengan Boru Tompul sebagai menantunya (Parumaeannya). Mendengar ini, Boru Tompul pergi dari rumah calon mertuanya ke sebuah Tor (dolok) yang tidak jauh dari perkampungan itu. Tidak berapa lama, Si Harahap menyusul Boru Tompul ke kawasan Tor tersebut. Sampai di kawasan itu, Harahap tidak menemukan calon istrinya. Dia pun memanggil-manggil. Boru Tompul? Ada suara menjawab : Ou…. Jawaban ada, tapi wajah (wujud) Boru Tompul tidak tampak. Beberapa kali dipanggil, jawabannya tetap demikian. Bila dia memanggil dari atas, jawaban terdengar di bawah. Dia pun turun ke bawah dan dipanggil, suara itu ada membalas di atas bukit.
Esok harinya dan hari-hari berikutnya, Harahap pergi mencari Boru Tompul ke kawasan itu dan jawabannya selalu demikian. Orang sekampung pun mengetahui persoalan ini dan setiap orang yang datang ke kawasan Tor tersebut bila dipanggil : Boru Tompul? Selalu ada jawaban : Ou….Pendek cerita, masyarakat setempat menyebut kawasan itu dengan : Tor Siboru Tompul. Diatas Tor tersebut memang landai. Kawasan Tor Siboru Tompul kurang lebih satu hektar, akhirnya dijadikan sebagai tempat rekreasi pada hari libur dan hari-hari besar keagamaan. H. Rahmat Harahap pemilik tanah (tor) menguasai tanah tersebut dengan mengambil Batu Padas. Memang, dolok tersebut adalah Batu Padas. Terakhir, sekitar 15 tahun lalu, Tor tersebut dijual Harahap kepada Sutan Simamora dan melanjutkan pengambilan Batu Padas. Tapi, kini, Tor Siboru Tompul tidak lagi menjadi tempat rekreasi. Dan kawasan itu kini lebih dikenal orang sebagai Paranginan, karena Kemil Harahap membuka usaha rumah makan disamping tor tersebut dengan nama Rumah Makan Paranginan.
Sekretaris Desa Huta Lombang Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Marasakti Harahap kepada tim sejarah Sabtu, (26/3) membernarkan cerita tentang legenda Tor Siboru Tompul. Pernah di bukit itu dibuat plang Taman Rekreasi Tor Siboru Tompul. Namun belakangan plang tersebut sudah dicabut.
Dia sangat setuju bila ada marga Sitompul mengelola kawasan itu kembali menjadi taman rekreasi. Ini sebagai upaya untuk mengembangkan dan melestarikan nilai budaya yang ada di desa ini. Tidak hanya masyarakat yang tahu soal Tor Siboru Tiompul, pemerintah sendiri telah mengetahui keberadaannya sejak dulu. Pokoknya kami mendukung bila kawasan itu dijadikan kembali sebagai taman rekreasi, kata Marasakti Harahap.
Di desa Hutalombang ini terdapat satu orang marga sitompul, namanya Parubahan Sitompul bekerja di Dinas Kesehatan. Ketika dia pindah dari Medan tahun 1981 ke daerah itu, dia sudah mendengar cerita tentang Tor Siboru Tompul. “Saya juga sudah lama mendengar cerita itu. Menurut orang-orang disini, tor tersebut tidak anker, melainkan membawa kesenangan bagi orang yang datang ke tempat itu untuk rekreasi. Belum pernah kedengaran ada cerita jelek disana. Semua orang senang berekrasi disana dan tidak ada gangguan.
Ketika hal tersebut disampaikan oleh tim kepada Sihol Sitompul, dia sangat setuju kawasan Tor Siboru Tompul dijadikan tempat rekreasi. Tolong dijajaki apakah pemilik tanah sekarang bersedia kawasan itu dijadikan tempat rekreasi, kata Sihol Sitompul.
*Dikutip secara utuh dari Buku Sejarah Punguan Raja Toga Sitompul dan Boru Pekanbaru Sekitarnya.

Lapatan ni “Suhi Niampang Naopat”

Nirongkom ni amanta : M. Sihotang

Redaktur Pelaksana Tabloid HorasDipudian ni ari on, nunga tung bahat halak hita batak nasopola be manganturehon hata batak nauli i. Adong mai ala maila tu angka parsaoranna. Tarlumobi ma muse molo angka halak hita na magodang di tano parserahan. Alai tahe, mardomu ala sai adong angka sekte-sekte namamboan haporseaon na mandok ruhut ni habatahon i, marharoroan  sian hasipelegeguon.
Ujungna gabe bahat halak batak naung manutungi ulos batak dohot namangkagigihon adapt napinungka ni ompuna sandiri.
Pinadomu ma muse sian angka pangantusion ni halak hita batak dipudian niarion lam leleng nunga lam manossang sian pangalapation ni habatahon nasasintongna. Sada naung marula mago sian pangantusion ni halak batak ima taringot, “haliluon naso tarpatudos”.
Alana, tung maol situtudo do dilupahon halak Batak naung parjolo borhat i haporseaonna tu Mulajadi Nabolon.
Alai, dung lam laon tingki, dilupahon ma i ala dung ro parbinotoan naimbaru.  Mardomu ala nunga mabiar halak Batak mandok hata Mulajadi Nabolon ala nunga gumodang bangsona i ima halak batak laho manginsahi hata Mulajadi Nabolon.
Alai ombas saonari on, lam pistar ma halak Batak, sai lam dilului ma hasintongan ni angka hata pandohan i, ujungna lam diparhatutu ma na so lilu do hape molo mandok Mulajadi Nabolon ima sijadihon nasa na adong di todung banua tongaon. Laos inon do mangihuthon parbinotoan dohot haporseaon ni halak Batak. Alai, ala naungro angka ugamo diganti ma goari gabe Debata. Molo diugamo ni dongan jolma nasing, digoarima Dewata.
Tubu muse ma goar nauli naung napinarsaorhon ni Negaranta ima goar hata Tuhan.
Alai nang pe songon i hurang dope parbinotoan ni natorop nabidang taringot tusi sian ugari ni Habatahon. Ndang haru binoto manang aha alasan ni nadeba halak hita aso sumulon nasida laho mangkatindangkon lapatan ni goar “Mulajadi Nabolon”.  Naboi dapot roha umbahen na sumulon halak batak manadok hata goar Mulajadi Nabolon ala nunga diuhum be goari sian pangantusion manang haporseaon ni angka sipelebegu manang angka jolma naso mananda Tuhan.
Hape molo nagka ompunta naparjoloi, sian pambahenan dohot sian parniulaanna do tarida haporseaonna. Ndang marhite haporseaonna tarida pambahenanna. Ai molo mangalangka nasida sai jumolo do marpingkir tu hata namandok, “ mangalangka tu jolo, manaili dompak pudi”.  Molo mangkatai nasida, sai jumolo diingot do hata namandok, “ jumolo dilat bibirmu asa dokkon hatam, jumolo holak bolonmu asa patalmak hundulanmu”.
Ai hot do dinasida uhum namandok, “sungkunon gogo jolma naposo, sungkunon gogo angka jolma natumua”. Ndang songon dizaman saonnarion naung lumlam be angka pangkataion ni halak batak naso pola be olo patujolohon hata marsantabi molo ditingki mangkatai diparsaoran ni habatahon. Diadopan ni angka ruhut ni harajaon ni adat batak pe nunga boi marlomo-lomo paharuarhon hatana songon soara ni sihapak-hapahi nadi hauma pamuroan.
Godang ma i alani hateamon ni roha tarlumobima muse marhite godang angka pansamotanna mambahen ibana lupa diangka ruhut ni parngoluon ni halakbatak. Godanganma marhite hajogalon dohot hajugulun nang hajigilon mambahen angka natua gabe sumurut mandok angka hasintongan. Hape asa boi mangkatai diparsaoran ni habatahon, ingkon jumolo do antusanta songon dia do lapatan ni hata raja, hata andung dohot hata datu. Asa marhitehon ruhut natoluondo angka raja molo mangkatai di loloan natorop.
Asa unang olo sitabaron hatanta diloloan ni mangajana, ingkon jumolo do antusan lapatan ni hata Rumang, Rimang, Ruhut dohot rahut.
Sada pangantusion naung mago manang ligon sian tonga-tonga ni halak batak sinuangen ima : Lapatan ni Suhi ni Ampang Naopat. Al;ana, molo angka ompunta najolo i sai dilului do hahotan ni harajaonna marhite : “marsuhi ni ampang na opat”. Alana, i do ojahan ni saluhut adat dohot uhum ni halak Batak. Laos ojahan  i ma nidokna : 1.Tona, 2. Poda, 3. Patik, 4. Uhum. Jala angka i do sabor na so jadi silangkaan jala ndang jadi suruhon manang laosan ni jolma namangolu.
Naung marpangoloion do halak batak tu Mulajadi Nabolon molo dung hot nasida di ruhut naopat nadi ginjangon jala pangolooionna i ma, pataridahon parniulaanna di haporseaon natogu jala napolin.
Dua bagian pandohotan ni Suhi ni ampang Naopat i, jala tong do opat hundulanna, ima; Parbinotoan, Haporseaon, Pangoloion dohot Parniulaan. Ai marhite parniulaan do angka ompunta naparjolo i laho mangkatidangkon haporseaonna. Ndada songon nadeba jolma sinuangen namalo marsipalessem tonggi hatana, alai songon sapot ni tuak pangalahona laos marponggol songon pussu ni boraspati na sohot di hadirionna molo mangkatai.
Asa na opat on pe muse tarrimpun do gabe sada, ima Habonoron. Pandohotan napaduahon ima; Haserepon, Habengeton, Hapantunon dohot Hahormaton.
Marhitehoni ma angka ompunta naparjolo i molo mangalean poda, sai jumolo do didok, “pantun do hanguluan, tois do hamagoan”.
Alana, molo hata haserepon, sai diajarhon angka ompunta do tuangka anakhona marhite hata, “jujur do mula ni hararakkat, asa bolus do mula ni hadedenggan”.
Na opat on tarrimpun gabe sada ima : Hadaulaton. Ima suhi ni Harajaon ni Mulajadi Nabolon pinahot ni halak Batak najolo di harajaonna. Ndang songon angka raja sinuangen naso pola mangantusi hadaulaton. Isarana, molo dung raja ibana, “langit so matombuk tano somaringgang nama di ibana parngoluonon”.
Dilapati do pandohan i di bagasan sada hata namndok; di si hita hundul disi do Ompunta Namartua Debata gabe sitindang. Marhitehon hatai ma angka ompunta naparjoloi asa umbiar do mamereng naso niida ni simalolongna sian apala marnida hagogoon ni jolma namangolu.
Alana, molo disi ojak harajaonna, disi ma ojak (singa ni) harajaon ni Mulajadi Nabolon. Ima Amanta Debata. Ndang songon angka pangaradoti sinuangen napatalikhon pisona tu andor namasak.
Sasintong ni sintongna, Ndang tarpatudos hata ni harajaon ni halak batak i, tu loloan ni jolma “napulpal” nasai olo mamonggolhon hata ni donganna holan alani sinadonganna naung lupa tu hata namandok, “naniandehon do umbahen nasige, naniarishon do umbahen nagabe hata”. Lapatnana, hata mamunjung ima hata lalaen, hata sabungan ima hata sampuran ni raja.
Alana, molo di hatiha saonnarion, nunga dohot be angka jolma sitihus nasai olo sumangkapi ugasan ni donganna boi mangkatindangkon haporseaonna tu Debata nata pe diparniulaanna siganup ari nasiarsihon dope ibana molo tu aek, sitabaon molo tu hau jala situtungon molo meak tu ramba.
Molo dihabatahon dipatolon do angka jolma sisngoni, dohot hata tolon namandok, “batu nagelleng do dongan ni batu nabalga, panginuman ni pidong sitapi-tapi. Mate nagelleng ma namartolon, mate nabalga ma namarmang-mang sahat tu naso adong pomparan ni nasida gabe siullus api.” Ima posi ni angka padan dohot patik ni batak tuangka jolma sitihus dohot angka pangoto-otoi.
Alai, molo jolma sinuangen, ndang pola mabiar be tu tolon ala daon ni gontingna nama tolon dinadeba halak hita.
Raja Uti, ima Raja parjolo di halak Batak na paojakhon harajaonna marhite hata “marsuhi ni ampang naopat”. Hombar tusi ma, molo manortor raja Uti ia gondang ni Raja i mangihuthon parbinotoan ni angka pargonsi digoar do gondang,”suhi ni ampang naopat”.
Ndada songon halak hita sinuangen naung lupa sian ruhut ni gonsi-gonsina. Lapatanna, tarlumobi ma molo ditano pangabahanon. Angka jolma naung pinatua pe ndang pola gurbak simanjujungna laho maminta gondang “ Poco-poco”. Dohot gondang “CICA ROWO”
Hape dihasubangkon halak batak do laho manortori ende naso nantusanna dohot mangkatahon hata nasobinotona. Ai tongka do tortoran naso gondang niba sai aduon hoda nareak. Alana, ai tung mansai mabiar situtu do halak batak tu hata namandok, “ halak do manortor, alai iba jujunganon”.
Asa tangkas antusan taringot hamalimon ni halak batak, ala marhitehon hamalimon dohot hasolamon ni angka ompu naparjoloima asa gabe ditonahon Mulajadi Nabolon  “maningahon” tu Raja Sisingamangaraja. Asa sian pandohotan ni na opat ragam natarsurat ondeng mahalak batak laho mangulahon “adat” dohot “uhum” songon  ojahan ni harajaonna. Jala ditandosi Raja Uti do i tu Raja Sisingamangaraja parjolo(I) asa hot pangulahonna di adat ni paradatan dohot di uhum ni paruhuman tarlumobima dipatik ni parpatihan. Asa unang olo patigorhon jolma ngeduk, pataluhon jolma partigor.
Disima tarida hata namandok, “sitingkos ni ari, sijujur ni ninggor. Tuginjang sora mungkit tu toru sora monggal tu lambung sora teleng”. Alana marhitehon parniulaan ni angka ompu naparjoloi do, asa tung suman tu pangalaho ni ninggala sibola tali.
Dung dipapita Raja Sisingamangaraja ojahan ni harajaon Bius, dipatota do asa marharajaon Suhi ni ampang na opat. Boi do dapotta namasaon di harajaon Bius godang naadong di Toba ima naginoaranna raja na opat. Ima Dongantubu, Parrahajon( Hula-hula), Boru dohot Dongan Sahuta. Didok ma i Raja Naopat gugun manang raja maropat. Molo tung adong pe angka partohap na asing, alai sian harajaon naopat inon do marharoroan.
Boi do idaonta hata i di adat Batak, ndang haru hot dope adat i ianggo so dipanjouhon dope tohonan tu suhi ni ampang naopat, ima na nidokna pandohotan ni ulaoni. Ima, Dongan tubu, Hulahula, boru dohot raja. Didok ma podana, “manat” mardongan tubu, “somba” marhula-hula, “elek” marboru, “pantun” marraja.
Laos dipaihuthon angka ompu naparjolo i do dohot uhum nahombar tusi. Molo sala halak batak maradophon “suhi ni ampang naopat”, ingkon; “sulangan”na do dongan tubu, “parpisoan”na  hula-hula, “parulosan” boru, “bulang-bulangan” ma raja.
Ima uhum molo tuangka jolma natois jala natungging dipangalaho jala jolma naso mangantusi di ruhut “Suhi ni Ampang Naopat”. Ala patik do i di halak batak naso jadi silaosan. Mang ise namangalaosi patik raya ni habatahon, “badanna di paruhuman tondina di parbeguan, pomparanna di parhansitan”.
Boi do pangkilalhononta di pangalahoni adapt batak i. Tung sura adong angka ulaon horja, sai jumolo do diontang angka raja dohot angka panungganei lao mangaransa huhut patotahon ulaon I ima naginoaranna, Ulaon Martonggo Raja”. Ai raja do paniroi di nasa naginomgomanna.
Dipasahat ma ulaon i tu raja asa raja i ma mangatur hombar tu ugari naung pinatik ni adapt di luat i. Isarana, tung sura pe adong muse angka pangkuling na haduk tu sipareon, manang ala nahurang talmis dai ni lompan, Raja nama mangabarai manang namangalusi hata i.
Ido umbahen didok natuatua; Bulung ni pinasa pangarahoti, hata ni Raja do pangaramoti. Ndang songon angka namasa saonnari godangan raja nagabe jolma pardandi. Alani aha umbahen nasongoni? Ala, “punggur-pungur pe nunga dipanangkok tu para-para laho mambahen soban. Jolma nagurdung pe nunga boi gabe raja parhata alani sinadongan”.
Dipudian ni arion, dung lam sungsang adat Batak nauli i, ujungna holan sada nama pangantusion ni halak Batak taringot tu suhi ni ampang naopat. Ima : Sijalo Bara, Tulang, Simolohon dohot Pariban. Molo pinatorang pe hatingkosan ni ruhut i, nunga gabe jolma siloak iba manang napamalo-malohon didok angka nadeba.
Godang do halak hita dipudian ni arion  mandok Dalihan Natolu do ojahan ni adat batak. Hape molo tasigati do pangantusion sisongoni, ima na so marhatutuhon hinaadong ni Raja Pangondian dihabatahon.
Alana, nunga godang halak hita hurang padirihon hapasangapon ni raja panotari adat dohot panuturi di uhum ni habatahon di hutana, manang ditingki horjana dohot di Biusna. Mardomu ala sumangap nama jolma namora dohot joma pareman tung pe sigotil monis ibana sian apala raja panuturi ni ruhut. Jala angka Natua-tua pe nunga gabe godang gabe jolma natarposo dipangkataion ni adt hape nunga marbontar be sitaruponna.
Hape, molo di halak batak, jolma sigotil monis, ima jolma panihai. Panihai di adat, panihai di parjambaran dohot di tohonan. Tudos do jolma sigotil monis songon  “ toguon hambing” naso hea olo pajoloon tu papaga nalomak. Alai molo pinalua hambingi di jolo, disarat-sarat ma parmahanna tu suga-suga”.
Molo Namasa sisaonnarion, “sitogu sabuk tu pudi do angka natua-tua, jala sigete nonang, sipalinjom hasintongan ni adat dohot uhum”.
Lapatanna, songon hata ni boru-boru nariting do pangkuling ni sitogu sabuk tu pudi. Ndang boi tarpasingot. Ima naginoaranna jolma naso tarpinsang manang jolma “sialo jolma sasolu”.
Aut tung sura pe molo dipodai asa marparbinotoan angka jolma sijogal rungkung, gabe insak-insak dohot ragam ni hata na roa do pamintoranna. Alana sai mandodoi rohana do angka jolma nasongon sigurampang nasai mangeder tu lambung molo mardalan. Molo hata saonnarion, sai marpolitik diparadatan. Ima angka jolma  naso mangantusi ruhut ni hatomanon dohot hapatunon tarsongon “pidong sitekka nasonggop di batangi ni hauma”. Nasi mamuji-muji dirina naummalo hape ibana do naummoto sian naoto.
Umbahen na masa pe pangalaho sisongoni, “Ala nunga mumpat be talutuk laos marongkat muse ma gadu-gadu. Ai nunga sesa be uhum naburuk ala  ni gartip ni jolma namabuk.
Halak Batak saonari godangan nama maroloan tu anakna songon taganing. Asal ma sonang roha ni naumposo, jahul pe taho pangkataionna i sian adat gabe dioloi angka natua-tua nama, ala dijaga rohana “hatangkangon” ni angka naumposo na girgir marumpamahon eme namasak gigagat ursa ala sompit ni pangantusionnamambahen gabe  amporotan diujungna. Alana sai duhut narata do digagat ursa ala adong dope gotana. Sai patujoloon do natua-tua mangkatai, jala inon do satingkosna.
Sai ingkon jagaon do hata namandok; natungging do na teal songon hudon na so hinarpean.  Manang Toal songon jambolang. Pauli-ulihon songon bilalang, hape nakotor do dibagasan. *

Tarombo dan Sejarah Perjalanan Sitompul

“Dimulai dari Onan Raja Balige ke Gurgur sampai ke Si- lindung terus ke Pahae, Sibolga, Sipirok, Padang Sidimpuan Tapanuli Selatan dan tanah rantau termasuk ke Pekanbaru”

Sesuai dengan informasi yang diperoleh tim sejarah dari Ompu Jaya Hasibuan atau Ama Roma yang tinggal di Desa Sigaol Timur Kecamatan Uluan Kabupaten Tobasa bahwa Raja Sobu pada awalnya bertempat tinggal di Onan Raja Balige, persisnya adalah di lokasi Rumah Sakit Umum HKBP Balige yang sekarang.
Tim sejarah pun meluncur ke Balige dan melakukan pemotretan terhadap kawasan Rumah Sakit Umum HKBP Balige, Senin, 28 Maret 2011. Setelah itu tim meluncur ke Gurgur yaitu Desa Gurgur Aek Raja Kecamatan Tampahan Tobasa. Tim singgah di Gurgur melakukan pemotretan kawasan Gurgur. Ketika tim memandang ke arah Tao Toba dari tempat pemandangan Adian Nalambok terlihat sebuah pemandangan indah.
Menurut cerita, di Desa Gurgur Aek Raja inilah Raja Toga Sitompul bertempat tinggal dan hidup bersama masyarakat disana. Dia kawin dengan seorang putri yang cantik jelita namanya Bunga Marsondang Boru Siregar. Begini ceritanya. Suatu ketika, Raja Toga Sitompul sedang santai duduk di atas pohon sambil menikmati indahnya kawasan gunung dan Tao Toba. Dalam hatinya dia berdoa dan meminta kepada Ompu Mulajadi Nabolon agar ditunjukkan seorang putri atau gadis untuk dijadikan istri agar hidupnya tidak kesepian.
Ketika sadar dari alam angan-angannya, dia melihat ke bawah (dari atas pohon) muncul sebuah bunga yang sangat cantik dan mengeluarkan cahaya putih. Dalam bahasa batak : Bunga na bontar i na binereng nai marsinondang mansai uli. Dia pun turun dari atas pohon hendak memetik bunga nan cantik jelita itu. Ketika dia hendak memetik bunga itu, ternyata bunga tersebut adalah seorang gadis cantik yang tidak ada tandingannya. Mereka pun saling berkenalan dan terjadilah hubungan cinta. Gadis tersebut akhirnya menjadi istrinya dan namanya disebut Bunga Marsondang. Terakhir diketahui Bunga Marsondang adalah Boru Siregar.
Dari hasil pernikahan Raja Toga Tompul dengan Bunga Marsondang dikaruniai satu orang anak yaitu Hobolbatu. Bunga Marsondang sangat sayang terhadap anaknya Hobolbatu. Semua ilmu yang dimiliki Bunga Marsondang diturunkan kepada anaknya. Dan setelah besar Hobolbatu pun dikawinkan.
Istri Hobolbatu ada dua orang yaitu yang pertama Boru Sinaga dan istri kedua Boru Situmorang. Dari istri pertama Boru Sinaga lahir dua orang anak yaitu Sabar Dilaut (Lumbantoruan) dan Handang Dilaut (Lumbandolok).
Dari istri kedua Boru Situmorang lahir tiga anak. Anak pertama adalah Sabuk Nabegu (Siringkiron). Anak kedua lahir seorang anak perempuan namanya Mariana. (Dikenal sebagai Boru Tompul Sopurpuron) dan anak ketiga adalah Lintong Ditao (Sibange-bange).
Dari Gurgur, Ompu Hobolbatu dan keturunannya (pomparan) pindah ke arah Rura Silindung bersamaan dengan marga lain seperti Naipospos dan Sihombing. Mereka berjalan kaki menelusuri lereng bukit barisan menuju Rura Silindung. Pertama kali mereka singgah di Hutabarat. Bukti sejarah menunjukkan bahwa di Hutabarat Tarutung terdapat sebuah perkampungan bernama Huta Sitompul dan sekarang ini masih terdapat disana sebuah rumah marga Sitompul. Dari Hutabarat sebagian pomporan sitompul pindah ke Lumban Siagian dan terakhir di Simalailai yang sekarang dikenal Desa Sitompul. Ketika mereka sampai di Tarutung Rura Silindung yang berkusa waktu itu adalah Guru Mangaloksa dan keturunnnya.
Keturunan marga sitompul tinggal di Tarutung tepatnya Desa Sitompul (sekarang). Sabar Dilaut membangun rumah di daerah bagian bawah (disebut Lumban Toruan) dan Handang Dilaut membangun rumah di bagian atas (Lumban Dolok) dan Lintong Ditao membangun rumah di daerah Bange-bange (makanya disebut Sibange-bange) dan Sabuk Nabegu tinggal di bibir gua dan dia selalu dikunjungi oleh abang dan adeknya. Makanya disebut daerah Sitingkiron dan menjadi Siringkiron.
Sejak itulah Sabar Dilaut selalu dipanggil Sitompul Lumban Toruan, Hangdang Dilaut dipanggil Sitompul Lumban Dolok, Sabuk Nabegu dipanggil Sitompul Siringkiron dan Lintong Ditao dipanggil Sitompul Sibange-bange.
Ketika tim sejarah turun ke desa Sitompul, Ompu Dorkas Sitompul yang lahir di Desa Sitompul dan kini masih tinggal disana menunjukkan letak wilayah Lumban Toruan, wilayah Lumban Dolok, wilayah Siringkuron dan wilayah Sibange. Semuanya masih di wilayah Desa Sitompul yang sekarang.
Bahkan menurut Ompu Dorkas Sitompul, diatas Desa Sitompul, terdapat bukit (tombak) milik masing-masing. “Sebelah sana adalah tombak ni Lumbantoruan, sebelah sana lagi tombak ni Lumban Dolok, sebelah situ tombak ni Siringkiron dan sebelah yang itu tombak ni Sibange-bange, katanya menjelaskan sambil menunjuk bukit yang ada di atas desa tersebut. Dijelaskan, ketika pada awalnya tinggal di Desa Sitompul, selain wilayah untuk tempat tinggal juga mereka mewarisi ‘tombak’ (bukit). “Waktu kecil saya masih ingat, kami anak-anak pergi ke ‘tombak’ untuk mencari kayu bakar. Dan hingga sekarang tidak ada marga lain yang mengaku ‘tombak’ tersebut selain sitompul,” kata HP Sitompul anak dari Ompu Dorkas.
Disanalah mereka tinggal dan berketurunan. Sementara itu, Ompu Hobolbatu terus menelusuri gunung, lembah dan gunung sampai ke Luat Pahae, terus ke Sipirok, Padang Sidimpuan dan Gunungtua. Di daerah-daerah tersebut dia melihat bahwa ada kehidupan. Dia pun kembali ke Tarutung dan menceritakan bahwa di daerah yang dia jalani ada kehidupan baru yang lebih baik. Dia pun menyuruh pomparannya kesana membuka lahan pertanian.
Demikianlah tahun demi tahun, keturunan Sitompul yang ada di Tarutung hijrah secara pelan-pelan ke Luat Pahae dan daerah Sipirok Tapanuli Selatan. Mereka menelusuri lereng gunung sampai ke daerah Pahae. Namun ada yang terus melanjutkan perjalanan sampai ke Sipirok dan Padang Sidempuan Tapanuli Selatan. Dari Luat Pahae ada yang turun lewat gunung dan lembah sampai ke Sibolga Tapanuli Tengah. Dari Tarutung ada juga yang merantau ke Laguboti yaitu Ompu Jarangar anak kelima dari Datumanggiling.
Karena kehidupan di Pahae jauh lebih menjanjikan daripada di Rura Silindung, maka keturunan sitompul yang ada di Tarutung hijrah setelah mendengar bahwa saudara-saudaranya sudah banyak yang berhasil di Pahae. Sampai generasi ke 8 (nomor 8 dari Raja Toga Sitompul pada tarombo) masih banyak yang hijrah ke Pahae. Disaat itu terjadi perang Padri dan perang Bonjol.
Lumban Toruan
Ompu Lumban Toruan mempunyai satu orang anak yaitu Raja Imbak Sahunu. Raja Imbak Sahunu punya dua anak yaitu Namora Sande Tua dan Baliga Raja. Anak dari Namora Sande Tua tiga orang yaitu Namora Naga Timbul, Namora Banuaji dan Namora Batu Mundom (keturunannya kini ada di Silindung).
Anak dari Namora Banuaji dua orang yaitu Sutan Maimatua dan Sutan Bodiala. Keturunan Sutan Maimatua ada tiga orang yaitu Lias Raja, Sampang Raja dan Jompak Raja. Ompu Lias Raja pergi ke Sibolga, Sampang Raja ke Janji Maria Pahae dan Jompak Raja pergi ke Sipirok. (Dalam buku Tarombo nomor urut 8 dari Raja Toga Sitompul).
Lumban Dolok
Ompu Lumban Dolok punya dua orang anak yaitu Saur Ni Aji dan Martangga Ni Batu. Anak dari Martangga Ni Batu tiga orang yaitu Tuan Nagani (Pergi ke Sigurung-gurung Pahae), Ompu Ni Guguan (tinggal di Silindung) dan Datu Goga. Anak dari Tuan Nagani empat orang yaitu Ompu Manggontang (keturunannya tinggal Pahae), Ompu Birong (Keturunannya ada yang pergi ke Sibolga), Ompu Panigoni (Keturunannya ada yang pergi Sidimpuan) dan Ompu Rori (keturunannya tetap tinggal Pahae).
Anak dari Ompu ni Guguan tiga orang yaitu Baha Raja, Parbalatuk Tunggal dan Buntul Mata. Anak dari Baha Raja tiga orang yaitu Ompu Partungkoan, Ompu Solopoan dan Raja Partahian. Anak dari Raja Partahian dua orang yaitu Ompu Lamak dan Naga Timbul (pergi ke Batu Nadua Sidimpuan). Ompu Lamak kawin dengan Boru Siagian dan mempunyai dua anak yaitu Ama ni Batu Lamak (Pergi ke Pahae dan kawin dengan Boru Sigurung -gurung di Pahae) dan Ompu Partahian (tinggal di Silindung dan kawin dengan Boru Nainggolan).
Siringkiron
Ompu Siringkiron anaknya hanya satu yaitu Ompu Mangarerak. Anak dari Ompu Mangarerak juga satu yaitu Ompu Sotargomar. Dan anak dari Ompu Sotargomar ada tiga orang yaitu Ompu Singgar Diaji, Ompu Panggalang dan Ompu Tinsut.
Sesuai dengan Tarombo Siringkiron, Ompu Singgar Diaji merantau ke Madina Tapanuli Selatan dan mereka telah membuka perkampungan (huta) disana. Sementara keturunan Ompu Panggalang sebagian merantau ke Janji Angkola dan Tapanuli Tengah dan sebagian lagi tinggal di Silindung. Dan keturunan Ompu Tinsut ada yang tinggal di Pahae dan sebagian merantau ke Janji Angkola dan Sipirok Tapanuli Selatan. 
Sibange-bange
Ompu Sibange-bange mempunyai tiga anak yaitu Sariburaja, Datu Manggiling dan Raja Tinaruan.
Saribu Raja
Anak dari Saribu Raja enam orang yaitu Tuan Saur, Ompu Pangarisan, Namora Batu Mundom, Ompu Ni Anggara, Daruhan Lombang dan Sampulu Tua. Keturunan dari Ompu Saribu Raja pada awalnya sebagian besar sudah pergi ke Pahae.
Datu Manggiling
Anak kedua dari Ompu Sibangebange adalah Datu Manggiling. Tarombo Datu Manggiling ada dua versi tentang jumlah anaknya. Ada yang menyebut bahwa anak dari Datu Manggiling ada lima yaitu Namora Hussus, Tuan Boksa, Ompu Soripada, Datu Mira dan Jarangar. Keturunan dari Jarangar ada dua orang yaitu Patuan Jonang dan Guru Tinandang (Datu Tandang) yang membuka perkampungan (huta) di Huta Tinggi Laguboti. Dari Huta Tinggi Laguboti anaknya yang kedua Guru Tinandang pergi ke daerah Porsea dan membuka perkampungan disana dan mereka menyebut Lumban Masopang.
Satu versi lain mengatakan bahwa anak dari Datu Manggiling ada empat orang yaitu Namora Hussus, Tuan Boksa, Mata Mira dan Dasopang. Menurut Ompu Moses Sitompul Ompu Soripada adalah keturunan dari Namora Hussus. Ompu Soripada merantau dari Pahae ke Sibolga dan dari Sibolga datang ke Lumban Siagian Silindung dan membuka perkampungan disana. 
Ompu Moses Sitompul mengatakan anak dari Namora Hussus ada tiga orang. dan anak dari Tuan Boksa yang tinggal di Simata ni Ari Pahae anaknya satu orang yaitu Raja Birong. Anak dari Raja Birong dua orang yaitu Ompu Jau dan Ompu Burju. Keturunan dari Ompu Jau sampai sekarang tinggal di Simata ni Ari Pahae dan keturunan dari Ompu Burju tinggal di Sibaganding.
Raja Tinaruan
Anak ketiga dari Sibange-bange yaitu Raja Tinaruan tidak tinggal diam. Dia pun ikut hijrah ke dareah Pahae. Pertama kali dia tiba di Simardangiang. Dia kawin disana dan mempunyai dua anak. Yang pertama Namora Batu Mundom dan anak kedua Tuan Nagani.
Anak kedua Tuan Nagani meninggalkan Simardangiang melintasi pegunungan dan tiba di Aek Matio. Dari sana turun ke Adian Rahot (Adiankoting). Di Adian Rahot  Ompu Tuan Nagani membuka perkampungan. Anaknya ada dua yaitu Ompu ni Gaga dan Ompu Matio.
Ompu ni Gaga mempunyai empat orang anak, yang pertama Lemlem (kembali ke Simardangiang Pahae). Anak kedua Bauk (tinggal di Adiankoting sampai sekarang). Anak ketiga Ompu Debata (tinggal di Adian Rahot) dan anak ke empat Lumbot (pergi merantu ke Barumun Tapanuli Selatan.
Ompu Debata yang tinggal di Adian Rahot mempunyai dua anak yaitu Ompu Marbona (tinggal di Pagaran Pisang) dan Ompu Raja Sina tetap tinggal di Adian Rahot.  Ompu Raja Sina mempunyai empat anak. Yang pertama Ompu Tunggal ni Huta (pulang ke Pahae tinggal di Jonggi), anak kedua Ompu Hondi (pulang ke Pahae tinggal di Jonggi), anak ketiga Ompu Harutur pergi Soposaba (masih kecamatan Adiankoting) dan anak ke empat Ompu Rumipa kembali ke Pahae.
Sampai ke Tanah Rantau
Kini marga sitompul sudah berserak ke seluruh pelosok tanah air di Indonesia baik dari Silindung Tarutung, dari Luat Pahae dan dari Sibolga Tapanuli Tengah. Bahkan sudah ada yang tinggal menetap di luar negeri.
Marga Sitompul sama dengan marga lainnya suka merantau ke kota besar. Alasan merantau diantaranya sekolah dan mencari kerja. Daerah tempat merantau diantaranya Pematang Siantar, Medan,  Jakarta, Surabaya, Duri, Pekanbaru dan daerah lainnya. Marga Sitompul hampir sudah ada di setiap provinsi di Indonesia.
Sudah banyak marga sitompul yang berhasil, diantaranya ada yang menjadi Menteri, Kapolda, Hakim, Jaksa, Pengacara beken, anggota DPR RI, Pengusaha dan jabatan penting lainnya di Indonesia.
Bahkan ada marga sitompul yang pernah memegang jabatan Menteri yaitu Ir Mananti Sitompul yang menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan dimasa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) tahun 1948.
Penyakit Kolera
Menurut cerita yang didapat Sihol Sitompul, pada awalnya, pomparan Sitompul sudah merantau ke Pahae, tapi perpindahan besar-besaran (eksodus) terjadi ketika daerah Tapanuli mengalami penyakit Kolera. Penyakit Kolera ini terjadi ketika perang Padri. Ribuan orang tewas mengenaskan akibat perang dan tergelatak begitu saja di kampung-kampung, di jalanan dan ada yang dibuang begitu saja. Mayat membusuk mengakibatkan bau busuk. Muncullah penyakit kolera yang mengakibatkan kematian.
Melihat situasi dan kondisi demikian, maka banyak masyarakat yang meninggalkan Rura Silindung. Khusus marga sitompul, mereka pergi ke Pahae menemui saudara-saudaranya yang sudah terlebih dahulu merantau ke daerah tersebut. Dari Luat Pahae, sebagian dari mereka berangkat ke Sibolga, ke Adiankoting, ke Sipirok dan daerah lain.*
(Drs. PH. Sitompul - Dikutip secara utuh dari Buku Sejarah Punguan Raja Toga Sitompul dan Boru Pekanbaru Sekitarnya).