Daftar Blog Saya

Sabtu, 22 Desember 2012

Mata air Mujarab Pulau Samosir

Laporan : Wanry Sihotang, Wartawan Tabloid Horas
HORAS, Samosir
Seiring dengan perkembangan era globalisasi, sudah sepantasnya darah Pulau Samosir bagai tuan rumah yang tertidur. Padahal, jika masyarakat perantau yang berasal dari tanah warisan Siraja batak itu saling membangun daerah asalnya sendiri, bukan tiidak mungkin para wisatawan domistik akan berlabuh kesana.
Padahal, yang paling cepat untuk mendongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah dari pariwisata. Maunya, masyarakat yang berasal darisana harus selalu mengingat istilah MARTABE (marsipature hutana be). Jika program itu sudah berjalan baik, pemerintah daerah pun pasti aka terbantu untuk menata dan merealisasikan ke daerah maupun tempat -tempat bersejarah sebagai tempat yang harus dikunjungi.
Hal itu dikatakan oleh mantan Kepala Desa Lumban Raja Negeri Sihotang, P. Simarsoit (56) di rumahnya hari Senin 12/10/2012 lalu. Dalam penuturannya kepada Tabloid HORAS, “sebenarnya Pulau Samosir adalah sebuah tempat wisata paling indah di Indonesia bahkan di dunia. Tetapi, karena masyarakatnya belum dapat menerima peredaran zaman dan pergeseran waktu, pada akhirnya, kita tidak akan jauh bedanya bagaikan tikus mati terkapar di dalam lumbung beras,” ungkapnya menyayangkan,”
Pada uraiannya menambahkan, “coba kita bayangkan daerah Bali. Emangnya apa yang unik disana? Hanya mengandalkan pantainya bersama tari-tariannya saja mereka dapat meningkatkan kehidupannya. Semuanya itu bergantung kepada masyarakat itu sendiri.  Bali terkenal hingga ke penjuru dunia karena masyarakat di sana mau memperkenalkan benda-benda dan tempat-tempat bersejarah kepada dunia luar”. Terang P.Sihotang, serius
Hal itu dibenarkan oleh James Simbolon (40) penduduk Desa Sigaol Tonga-tonga negeri Simbolon. “Seandainya masyarakat yang ada di daerah Siigar-igar mau berkompetisi dengan daerah lain melalui permandian air panas yang ada di sana, saya rasa pihak pemerintah pasti mengucurkan dana melalui UKM (usaha kecil menengah) kepada masyarakat tempatan”. Sambil mengepulkan asap rokoknya, James Simbolon melanjutkan pembicaraannya, “boleh kita lihat sendiri bagaimana cara masyarakat di sana dalam mengembangkan usahanya sendiri. Boleh dikatakan, tidak jauh bedanya dengan pemain bola yang hanya menunggu bola mati.”
Memang melihat keadaan lokasi permandian air panas yang katanya dibuat hanya sebagai lintasan BANDES selama ini, boleh dikatakan tidak mengalami perobahan yang signipikan. Kalau kita mau jujur, bagi masyarakat yang ingin merasakan betapa enak hangatnya air panas hasil proses alam, pasti memilih permandian Aek Rangat Hirta yang ada di daerah Siogung-ogung Pangururan.
Hal itu dikatakan oleh Jeniver heart (34) wisatawan asal Australia di Pangururan pada minggu lalu. “Seandainya jika masyarakat di sana mau membuka peluang bagi pemodal untuk mengembangkan permandian Aek Rangat Sigaung-gaung, daerah tersebut pasti akan menjadi ICON nya desa Rianiate. Karena lokasi tersebut tepat pada pusaran antara desa Simbolon, Hatoguan dengan desa Sihotang dan Tamba.” tegasnya meyakinkan dengan logat bule.
Dari pantauan Wartawan Horas di lapangan, beberapa benda maupun tempat bersejarah di Samosir khususnya di daerah Pintubatu Rianiate dan negeri Sihotang, dapat dipastikan tidak pernah disentuh pemerintah melalui dana bantuan. “Jangankan untuk dibantu, ditinjau saja saja sudah syukur”. Hal itu dikatakan oleh salah seorang tokoh masyarakat Hatoguan bernama ML. Sitohang (56) ditempat kerjanya di Mogang. 
Seiring dengan apa yang dikatakan oleh ML Sitohang tadi, misalnya, Aek rangat Sigaung-gaung yang katanya dapat mengobati berbagai penyakit kulit maunya sudah lama menanti sentuhan belas kasih pemerintah. Demikian juga sumber mata air yang ada di tempat pemukiman masyarakat Siigar-igar yang tidak seberapa jauh dari jalan besar menuju Palipi dan Naenggolan. Menurut pengakuan masyarakat disana, bahwa sumber mata air tersebut memiliki keajaiban bahkan mujarab untuk mengobati berbagai penyakit dalam. Soalnya, bahwa mata air milik marga Manik tersebut dapat sangat dipercaya diantara mata air di Indonesia.
Artinya, walaupun terik panas matahari melampaui batas, air tersebut pasti terasa dingin. Tetapi, jika musim hujan apalagi waktu  malam hari, air tersebut dipastikan terasa hangat. Yang sulit diterima akal sehat adalah, jika kita langsung meminum air di tempat tersebut, rasa pasti sedikit asam. Tetapi, jika air tersebut sudah masuk ke dalam ember maupun periuk, apalagi  sudah berada di dalam rumah, rasanya pasti akan berubah menjadi tawar.
Uniknya, menurut masyarakat setempat, bahwa sumber mata air tersebut bermuara dari  desa Rianiate yang jauh di bawah permukaan air yang banyak mengandung mitos tersebut. Beberapa orangtua disana mengatakan, dulunya, jika desa Rianiate sedang panen, biji padi yang kosong pasti banyak keluar dari muara mata air itu. Melalui keunikan itulah, di jaman Ordebaru beberapa orang peneliti telah datang dari Pusat untuk menguji kelayakan air itu.
Setelah beberapa minggu, tim penelita langsung mengatakan, bahwa keberadaan air tersebut mengandung banyak zat yang dapat membunuh berbagai kuman dan bakteri.
Makanya, sudah ratusan tahun penduduk disana tidak enggan untuk mengkomsumsinya langsung tanpa dimasak terlebih dulu.   Misalnya, penyakit muntaber dan penyakit ginjal serta penyakit hepatitis dalam waktu singkat dapat sembuh disana.
Demikian juga di daerah negeri Sihotang yang kebetulan dipisah oleh  Danau Toba dengan desa Siigar-igar. Dari pantauan Horas baru-baru ini, beberapa tempat bersejarah yang layak untuk diorbitkan masih banyak di tanah peninggalan putra kedua dari Raja si rajaoloan tersebut. Salah satu barang bukti sejarah adalah Batu Pangunsandean ni ompu Sigodangulu  sebagai leluhurnya marga Sihotang yang terletak di Juma Nabolak prĂ©cis di pinggir Tombak si Haranggian negeri Sihotang. Di atas Batu Pangunsandean itulah Raja Sigodangulu tertidur pulas saat mencari hau borotan  atas perintah Ayahandanya yaitu Raja Sirajaoloan dari huta Bakkara Humbang. kala itu. Penelusuran Wartawan Tabloid Horas belum sampai disitu untuk mencari lokasi-lokasi yang dianggap memiliki sejarah apalagi memiliki muatan gaib. Tidak jauh dari Tugu Raja Sigodangulu Sihotang tepat di pinggir Dolok si Pege-pege, di sana terdapat sebuah sumber mata air milik ompu Portibi Sinomba Sihotang Simarsoit.
Menurut para orangtua disana mengatakan, bahwa  mata air tersebut memiliki keunikan tersendiri. Jika turunan dari marga Sihotang Simarsoit maupun turunan marga Sihombing Hutasoit Parpati Toba datang ketempat tersebut untuk melakukan doa kesembuhan, jika bernasib mujur, puluhan bahkan ratusan  ekor ikan pora-pora pasti datang untuk menyambutnya.
Tapi jika yang datang itu bernasib apes, jangankan ikan pora-pora yang datang menyambut. Si pasing saja pun pasti tidak akan ada disana. Bahkan jika yang datang nasib buruk, dalam seketika, warna air yang bermuara dari bawah pohon beringin itu langsung menjadi keruh. Hal itu dibenarkan oleh Kepala desa Simarsoit Toba E Sihotang (48) di huta Bonandolok minggu lalu.
Sebenarnya, hanya marga sihotang saja datang kesana untuk berlibur sekaligus untuk jiarah, sudah menambah PAD daerah tersebut. Tetapi, karena benda dan tempat bersejarah itu tidak pernah diurus, akhirnya, keberadaan benda yang kaya sejarah juga bermuatan budaya itu  hanya menciptakan mitos doang. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar