Daftar Blog Saya

Selasa, 25 Desember 2012

Batak itu Suku, bukan Agama

Pandangan : Zakaria Saragi, BA

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012

Saya melihat ada sebagian orang salah menilai tentang orang Batak. Saya sebagai orang batak sangat bangga menyandang predikat orang batak.
Saya sering menegaskan kepada sesama yang bukan orang batak bahwa batak itu bukan agama dan batak itu adalah suku. Salah satu suku yang ada di Indonesia yang nenek moyangnya tinggal di Sumatera Utara.
Etnis batak di Sumatera Utara terbagi dalam lima sub etnis yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak Dairi dan Batak Mandailing. Kalau kita melihat batak itu dari sisi agama, batak itu tidak semuanya beragama Kristen. Tidak ada satu pun dari lima sub etnis batak yang semuanya satu agama. Paling tidak ada dua agama yang dianut etnis batak yaitu Kristen dan Islam.
Etnis batak, di seantreo dunia sudah dikenal. Baik dari sisi budaya dan adat istiadat yang unik, bahasa dan aksara. Di Indonesia, paling tidak ada dua suku besar yang memiliki aksara yaitu Jawa dan Batak.
Banyak orang dari etnis lain di Indonesia dinobatkan menjadi orang batak, misalnya dengan menambahkan marga di belakang namanya. Dan untuk mendapatkan ini tidak bisa sembarangan. Harus melalui sebuah proses adat. Tidak bisa sembarangan mengaku begitu saja bahwa dia punya marga.
Tapi sebaliknya, banyak orang batak tidak lagi mengaku dirinya sebagai orang batak. Saya tidak tahu apakah mereka itu malu sebagai orang batak atau menyesal dilahirkan sebagai orang batak.
Hal ini sering saya alami di tengah masyarakat. Dari namanya, bahasanya dan penampilannya saya pastikan dia bukan orang batak. Tapi setelah berkenalan lebih jauh ternyata dia adalah asli batak.
Sering saya tanyakan apa alasannya tidak lagi memakai identisasnya (marga) banyak diantara mereka yang mengatakan “untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan di tanah rantau ini”. Ada juga diantara mereka yang memberi jawaban “malu menyandang gelar batak”.
Soal agama, bagi etnis batak tidak ada masalah. Sebagai contoh, anak pendeta sekalipun bila telah mencintai seseorang yang tidak seagama dengan dia, dia rela pindah agama. Pada awalnya, memang, orangtua pasti marah. Tapi, ingat, setelah dia punya cucu dari anaknya, hatinya pasti luluh. *)  

Batak Itu Bukan Agama

Pandangan : Syaifin Bastian
TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012


Batak itu memang Keras, tapi Hatinya LembutPenduduk Kota Pekanbaru tergolong heterogen. Ada suku Melayu, Minang, Jawa, Tionghoa, Banjar, Batak dan suku lainnya. Semuanya hidup rukun dan damai di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Hidup rukun ini telah berjalan puluhan tahun dan hingga sekarang hampir tidak pernah terjadi gesekan berarti antara suku yang satu dengan suku yang lain. Bahkan kerukunan umat beragama tetap terjaga dengan baik.
 Orang batak, memang, terkenal dengan sifat kerasnya, terutama suaranya. Namun, setelah kita mengenal lebih dalam jiwanya tidak sekeras yang kita bayangkan.
Pengalaman saya sejak berkenalan dengan orang batak, saya menilai, orang batak itu sangat konsekwen dan setia. Ketika saya di Jakarta, saya banyak berkenalan dengan orang batak dan bahkan menjadi teman. Bahkan, saya ikut perkumpulan Ikatan Pelajar asal Belige di Jakarta.
Banyak pengalaman yang bisa saya petik selama berteman dengan orang batak, baik selama di Jakarta, di Jambi dan di Pekanbaru.
Dari luar sekilas kita melihat, mereka tidak kompak dan tidak bersatu. Namun setelah saya amati, persatuan dan kesatuan orang batak sangat tinggi. Apalagi kalau kita lihat perkumpulan satu marga, perkumpulan satu kampung asal bona pasogitnya dan perkumpulan satu kampung di tanah rantau ini.
Tidak hanya itu, antara marga yang satu dengan marga lainnya saling bertalian dan bila dikait-kaitkan pasti ada hubungan keluarga antara yang satu dengan lainnya.
Hubungannya bisa saja sebagai teman semarga, tulang, hula-hula, boru, bere dan ibebere. Adat istiadat mereka juga sangat kental. Ini sering saya lihat bila ada orang tua yang sudah berumur meninggal dunia. Walau tidak ada pertalian darah dengan yang meninggal tersebut, mereka pasti datang melayat ke rumah duka.
Dari segi pergaulan sehari-hari, orang batak termasuk yang berjiwa nasionalis. Siapa saja, apakah itu etnis lain, agama lain dan ras lain, orang batak cepat bergaul dan dijadikan sebagai teman.
Cuma, ada saja orang menilai orang batak dari sisi luarnya saja. Hanya melihat dari wajahnya yang sangar dan suaranya yang keras. Padahal, bila dijawai lebih dalam tidaklah seperti itu. *) 
 

Batak itu bukan Agama

Pandangan Mereka tentang Orang Batak

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012

Banyak orang menyalahartikan kata ‘Batak’ atau suku Batak, terlebih di tanah rantau. Karenanya, tidak sedikit suku diluar batak yang memberi penilaian konotasi jelek terhadap suku batak.
Mendengar nama batak ada saja orang yang tidak  senang dan langsung membuat penilaian jelek. Ada yang mengatakan, batak itu galak, seram, menakutkan, keras. Yang ekstrimnya lagi ada yang menyebut ‘batak itu Kristen’.
Mungkin saja penilaian itu ada benarnya menurut pandangan mereka. Tapi kenyataannya bila ditelusuri lebih dalam tidak demikian.
Suara keras, menurut cerita, (khusunya batak Toba) sudah dari sononya. Nenek moyang batak, dahulu kala tinggal di lereng-lereng pegunungan dan di lembah.
Jarak antara rumah yang satu dengan lainnya saling berjauhan. Kemudian jarak antara rumah dengan ladang lumayan jauh.
Sehingga untuk memanggil anak saja untuk makan harus berteriak dengan suara keras. Begitu juga untuk memanggil tetangga harus menggunakan suara keras.
Bahkan untuk mengundang teman sekampung untuk makan bersama (bila ada pesta) harus dengan suara keras. Hampir seluruh perkampungan batak di lereng Bukit Barisan Sumatera Utara sama.
Kebiasaan ini turun temurun dan menjadi kebiasaan bagi suku batak.
Mengenai wajah yang disebut-sebut seram dan menakutkan, itu merupakan ciptaan Tuhan. Tak bisa dibuat-buat.
Sudah menjadi rahasia umum dan tidak menjadi SARA lagi bila ada etnis lain diluar batak yang menyebutkan batak itu identik dengan Kristen. Sudah batak, Kristen lagi.
Kita perlu meluruskan pandangan semacam ini. Etnis batak yang tediri dari lima sub etnis tidak semuanya beragama Kristen. Banyak juga beragama Islam seperti yang tinggal di daerah Tapanuli Selatan.
Di daerah Tapanuli Utara sendiri termasuk kabupaten Samosir, Tobasa dan Humbahas Sumatera Utara yang mayoritas menganut agama Kristen banyak diantara masyarakatnya yang menganut agama Islam. Mereka itu bukan siapa-siapa tapi masih satu saudara dengan warga lainnya.
Bagi batak, agama itu tidak menjadi satu persoalan besar. Banyak orang batak yang kawin dengan suku lain dan agama lain.
Sebaliknya, banyak juga etnis lain masuk menjadi etnis batak dengan cara membuat marga.
Sebuah pengertian, bahwa batak itu berjiwa nasionalis dan terbuka untuk umum. Namun tidak bisa dipungkiri ada juga satu dua yang ditemui sangat fanatik dengan batak-nya dan agamanya.*)

HIDUPKU BERHARGA BAGI ALLAH

Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu, 4 - 25 November 2012

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 20
 
Hidupku Berharga Bagi Allah. Kalimat singkat yang tertulis dalam kitab Yesaya 43 ayat 4a ini merupakan tema dari Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu (BOAS) tahun 2012 ini. Berlangsung dari tanggal 4 - 25 November 2012 di Pekanbaru diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Riau.
Ketua Panitia Ferri Pardede yang juga anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi Damai Sejahtra kepada Horas usai acara pembukaan BOAS di Gereja Gekari Maranatha, Minggu, (4/11) mengatakan kegiatan ini diselenggarakan sekali dalam dua tahun.
Kegiatan yang diperlombakan diantaranya lomba tari kreasi, melukis, menyusun fajo, bahasa Inggris Alkitab, pengkhotbah cilik, sekolah minggu ceria, paduan suara dan lain-lain.Sementara lokasi penyelenggaraan BOAS ada di tiga tempat yaitu di GEKARI Maranatha Jl Meranti, GBKP Jl Melayu dan GKPS Jl. Arjuna. Puncak acara dilaksanakan pada hari Minggu, (25/11).
Menyangkut pelaksanaan kegiatan anak sekolah minggu ini, Ferri Pardede mengharapkan dukungan semua orang tua termasuk gereja agar mendorong anak-anaknya mengikuti kegiatan ini. “Ini kegiatan positif untuk mengembangkan kreasi anak-anak Tuhan dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak,” kata Pardede.
Acara pembukaan berlangsung meriah di Gereja Gekari Maranatha Jalan Meranti Pekanbaru dihadiri seribun orang termasuk guru sekolah minggu dan orang tua. Keceriaan anak-anak tampak penuh suka cita sejak sebelum acara pembukaan secara resmi dimulai sampai penutupan dengan doa.
Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu ini dibuka resmi oleh Ketua PGI Wilayah Riau Pdt P Purba MA yang juga pendeta GKPI Pekanbaru yang ditandai dengan pelepasan dua ekor burung merpati. Suasana riuh penuh kegembiraan tampak dari raut wajah seluruh anak-anak.
Dipandu para guru sekolah minggu, seluruh anak yang duduk dengan rapi di lantai gereja bernyanyi ceria penuh suka cita. Sesekali mereka berdiri sesuai perintah guru.
Pdt Ineke Magdalena
Pdt Ineke Magdalena yang tampil sebagai pengkotbah menambah suasana penuh kesukaan. Diawal kotbahnya, dia mengajak seluruh anak sekolah minggu untuk memahami sebuah pengertian kata “berharga”. Untuk lebih memahami arti kata tersebut, dia bertanya kepada anak-anak barang apa yang sangat berharga dalam hidup ini. Ada yang menjawab uang, emas, mobil mewah, berlian, rumah mewah dan lain-lain. Dia menganjurkan agar semua barang berharga itu disimpan dan diurus baik-baik.
Barang berharga yang disebutkan diatas, menurut Ineke adalah barang berharga bagi manusia. Sementara barang berharga bagi Tuhan adalah adek-adek sekolah minggu. Tuhan, kalau memilih, Dia akan memilih adek-adek daripada Yesus.
Ini sudah dibuktikan Tuhan. Dia mengorbankan Yesus hanya untuk menebus adek-adek dan seluruh umat di dunia dari dosa. Yesus disiksa, dipukuli dan disalibkan demi adek-adek. Karena itu, Ineke mengajak semua anak sekolah minggu untuk mengucapkan kalimat singkat “Hidupku Berharga Bagi Allah”. Semuanya mengucapkan sambil membuat sebuah gerakan indah. “Inilah yang menjadi tema kita pada Bulan Oikumene Anak Sekolah Minggu tahun ini yang diambil dari Yesaya 43 ayat 4A” kata Ineke.
Pdt Ineke Magadalena berdarah Ambon ini, adalah koordinator Sekolah Minggu di Gereja Gekari Maranatha. Dia sendiri sudah terbiasa berhadapan dengan ratusan bahkan ribuan anak sekolah minggu. Nampaknya dia sudah memiliki ilmu tersendiri untuk memberi pendidikan dan pengajaan kepada anak sekolah minggu.
“Kami sering membuat Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) khusus bagi anak-anak jemaat Gekari yang tersebar di Pekanbaru diantaranya di Palas, Sigunggung, Pasir Putih, Sidomulyo dan Garuda Sakti. Bila semuanya anak sekolah minggu berkumpul dan KKR bisa berjumlah 500 orang,” katanya menjelaskan.
Dia berpesan kepada seluruh gereja dan orang tua supaya terus mengembangkan bakar dan minat anak usia sekolah minggu. Hidup mereka jangan disiasiakan karena mereka sangat spsial bagi Tuhan. Cara memimpin anak-anak harus hati-hati sejak dini.
Dia mengajak seluruh orang tua agar sejak dini menyuruh anaknya setiap hari minggu ke gereja untuk mengikuti kebaktian sekolah minggu. Selain itu, dia juga berharap kepada gereja agar tetap memperhatikan anak sekolah minggu termasuk guru-gurunya.
Menyangkut kurangnya guru agama Kristen di sekolah negeri dan swasta, khususnya sekolah dasar, dia mengatakan sudah sepatutnya hal ini dipikirkan oleh semua pihak termasuk gereja. Jangan hanya memikirkan pendidikan anak di bidang Matematika dan Bahasa Inggris misalnya, sementara pendidikan rohani dinomorduakan. Kalau mental rohani anak-anak dimbina dengan baik, otomatis si anak akan pintar dalam mata pelajaran lainnya. Karena itu, bagi saya, pendidikan rohani harus lebih diutamakan.
Sesuai dengan data yang dicatat Horas dari panitia, Gereja yang mengirimkan anak sekolah minggu mengikuti BOAS tahun ini sebanyak 20 diantaranya GBI Nangka, Pouckh Narwastu, GKPA Durian, Pouckh RAPP, GKPI Estimasi, GKPS Pekanbaru, Pouckh Sei Galuh, GPIB Gideon, GMII Nehemia, GKPI Senantiasa, GIA, GMI Sion, HLI Agape, GBKP, HKI Resor Pekanbaru, GKPI Palapa. Sementara gereja terbesar bernama HKBP tidak terlihat. *)

TOLU GABE SADA

TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012

Sinurat ni Amanta : Arip Rimpuan Sianturi, Wartawan Tabloid Horas
Sungkun-sungkun do ra rohanta, aha do lapatan ni hata “Tolu Gabe Sada”. Molo tatilik sian haugamoon, dohononta ma ra “Tri Tunggal”. Molo tabereng sian adat habatahon, tadok ma ra “Dalihan Na Tolu”.
Ndang apala i lapatan ni pandohan on, alai molo tapadomu-domu, boi do i gabe sarupa lapatan na.
Di huta Muara Fajar Rumbai, adong tolu punguan parsahutaon ni hakak hita. Naparjolo digoari ma i Punguan Parsahutaon Dos Roha, napaduahon Punguan Parsahutaon Harapan Maju, jala patoluhon ima Punguan Parsahutaon Sauduran.
Najolo, ditingki otik dope halak hita di luat Muara Fajar, holan sada do Punguan Parsahutaon. Alai di tingki na parpudi on, ala nunga lam bahat halak hita marroan tu luat on, gabe dibagi tolu punguan parsahutaon. Godang ni anggota na tolu parsahutaon on hurang lobi 300 kepala keluarga.
Alai nang pe tolu parsahutaon, di angka ulaon siganup ari isarana pamuli boru manang pangolihon anak dohot diulaon habot ni roha, tetap do sada jala sada nasida mangadopi.
Boi dohonon, nang pe naung gabe tolu parsahutaon nasida, tetap do nasida sisada boru sisada anak, sisada ulaon di las ni roha dohot ulaon habot ni roha. Boi dohonan ma nasida “Sada Gabe Tolu, Tolu Gabe Sada”.
Hasadaon ni halak hita na adong di Muara Fajar, boi do on gabe sada tiruan di angka halak hita na adong diluat parserahan on.
Molo adong sada ulaon di parsahutaon na sada, isarana pangoli anak, diontang do parsahutaon na dua nari. Jala maracara do nasida disi jala sude panumpahi. Suang songon i na pamuli boru, sude do mangulosi. Jala adong do panggoraon disi.
Suang songon i do nang diulaon habot ni roha. totop do tarida parsahutaon na tolu i.
Ulaon hasadaon on tarida maon di halak batak toba. Harana punguan ni donganta halak Nias adong do tersendiri, suang songon i donganta na sian Selatan dohot Tanah Karo. Ipe mardalan do dohot denggan.
Nang pe pada umumna karejo ni halak hita Marpinahan diluat on, alai parsaoranna tu dongan suku na asing tung mansai denggan do.
Ndang apala haru adong parbada-badaan dohot pargunturon di luat on sahat ro di sadari on.
Torop do nang gareja jonjong di huta on, alai ndang adong na manggunturi. Sai anggiat ma hasadaon on lam tu dengganna tujoloan on. Horas ma. *)