TAHUN I | edisi 02 | 21 OKT - 03 Nov 2012
Menjadi seorang penegak hukum memang gampang. Namun, untuk menegakkan hukum itu adalah hal yang sulit.
Menjadi seorang penegak hukum memang gampang. Namun, untuk menegakkan hukum itu adalah hal yang sulit.
Demikian awal pembicaraan Wartawan Horas dengan tokoh sentral kita bernama: Marlas Hutasoit SH, Selasa, (9/10) di rumahnya Rt 05 Rw 03 Kompleks Perumahan Duta Mas Desa Tanah Merah Kecamatan Siak Hulu.
Pria kelahiran tahun 1979 di Desa Lumban Pea Siborong-borong Tapanuli Utara ini menuturkan kisahnya hingga ia boleh dikatakan sudah merambah ke berbagai Negara dunia mempelajari tentang hukum. Padahal suami wanita cantik bernama Anita Carolina Megawati Siahaan ini, adalah lulusan dari Universitas Tanjungpura Kalimatan barat.
Berbicara mengenai hukum Internasional, pria yang dilahirkan oleh Ibunya boru Nababan ini tidak jauh bedanya bagai minum air kelapa muda. Apalagi mengenai hukum lokal, bisa-bisa. pendengar akan terbuai sebab untaian bahasanya mudah dimengerti oleh setiap orang.
Marlas begitu panggilan akrabnya, memilki gaya hidup sederhana sesuai dengan anjuran abang dari ayahnya kandungnya sebagai orang yang menciptakannya menjadi orang yang berdisipilin. Dia diajarkan agar menghargai arti sebuah kejujuran serta menjung-jung tinggi norma-norma budaya dan etika. Justuru itulah pria batak toba yang satu ini disayangi bahkan disegani pada setiap pertemuan dan berbagai perkumpulan.
Setelah tamat dari sekolah dasar Negeri Hutasoit Pardomuan Siborong-borong I.
Tahun 1993 Marlas remaja langsung diboyong keluarga ayahnya ke Kalimantan Barat. Di tanah kerajaan Mulawarman itu ia dibina dan digembleng paktuanya melalui suntikan motivasi hingga menciptakan Marlas tidak mengenal lelah untuk belajar.
Enam tahun tidak terasa menduduki bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di SMA III Negeri Singkawang, menempa Marlas menjadi pemuda tangguh tidak kenal lelah menyerah dalam setiap masalah.
Tanpa mengalami aral melintang, tahun 1999 ia langsung masuk ke perguruan tinggi Universitas Negeri Tanjungpura. Sesuai dengan krakter yang dimilikinya yang tidak suka mendengar pembicaraan berbelit-belit, jurusan yang dia pilih selama kuliah adalah bidang hukum. Memang, bak pepatah mengatakan, kemanapun mutiara dicampakkan jika memang mutiara pasti akan tetap bersinar.
Tiga tahun dua bulan duduk dibangku kuliah bidang study hukum, bulan November 2002 sudah menjalani meja hijau tepat bulan November 2002 sebagai pertanda seluruh SKS telah usai. Setelah menyendang gelar Sarjana hukum pada bulan April 2003, Marlas Hutasoit SH, langsung hijrah ke kota Jakarta.
Disanalah ia mengeluti profesi sebagai Ketua di sebuah LSM (lembaga swadaya masyarakat) berlabel “LSM PMK HKBP”. Melalui kecerdasan serta kebolehannya dalam bahasa hukum, hingga dia sering terpanggil sebagai Narasumber di beberapa TV Swasta di Jakarta.
Atas dasar kesekat-an dan kepiawaiannya itulah, hingga sebuah LSM asing rela mengutus Marlas Hutasoit SH agar melanjutkan kuliahnya ke Negara bekas kekuasaan Ferdinand Marcos yaitu di kota Manila. Tidak berapa lama mengikuti kuliah di sana, ia menjadi mahasiswa teladan di Universitas ASI (Asean Sosial Instituti ) bidang ilmu masyarakat dan komunitas diasuh oleh Dr Mina M Ramirez.
Seiring dengan perkembangan jaman untuk memaksa dan menuntut profesionalisme yang diembannya seakan ingin berontak untuk membebaskan kaum lemah dari keganasan hukum. Namanya bagai minum air laut semakin diminum semakin haus, walaupun sudah mengantongi surat berharga bidang masyarakat dan komunitas dari Universitas ternama di Manila, kuasa hukum yang pernah berkantor di Jl Pandu Kelurahan Simpang Tiga Bukit Raya ini, tidak sampai hitungan tahun, berangkat untuk menyandingkan gelar yang di sandangnya, ke Negeri Ginseng Korea Selatan sebagai tujuan utamanya.
Disana pria pemilik tinggi badan 163 Cm ini, langsung mengikuti mata kuliah di Universitas Seuol National bidang study Perburuhan. Adapun dia memilih Negara Korea sebagai tempatnya menimba ilmu perburuhan, dikarenakan Negara Korea sudah diakui dunia International sebagai tolak ukur dunia bidang perburuhan.
Tekad untuk memburu ilmu belum usai, setelah kembali ke Indonesia dari Korea, pria yang menikahi gadis Srikandi Universitas Soedirman kota Solo ini langsung berangkat lagi ke New Zeland Selandia baru. Disana ia langsung memborong berbagai ilmu di sebuah Universitas beken bernama Universitas New South Wales Universiti dibidasni oleh Prof David Dixon. Untuk mensejajarkan ilmu yang dimilikinya, di New Zeland Marlas mempelajari tentang masalah hak azasi manusia (HAM). Menurutnya, semuanya itu ia lakukan, bukan untuk mencari pamor maupun gelar kesarjanaan produksi luar negeri. Tetapi, terus terang dalam pengakuannya hanya berkeinginan kiranya dapat menjadi garam dan terang dunia di mata hukum.
Memang harus kita akui bahwa anak ketiga dari enam bersaudara ini memiliki Intelegensi bagus serta IQ brilian. Buktinya, untuk meraih gelar sarjana hukum anak dari Ompu Sari Jaya Hutasoit ini hanya butuh waktu 164 minggu dengan nilai Indeks Prestasi (IP) 3,58 sangat memuaskan dan mendapat nilai pujian Cum Laud.
Ditengah pembicaraannya, Marlas Hutasoit SH memiliki Motto hidup, “dalam kehidupan perlu mendapat tantangan. Hanya melalui tantangan itulah kita akan teruji di bidang segala hal,” ungkapnya sembari minum teh kopi kesukaannya.
Artinya, jelas kita ketahui bahwa LSM PMK HKBP yang diasuhnya bukanlah LSM “abal-abal” alias LSM emplop. Buktinya, LSM yang ditanganinya itu adalah mitra kerja berbagai LSM seperti, ICW, Kontras dan lain sebagainya.
Menjadi Ketua LSM adalah kesukaan awalnya, karena dia dapat mengkritisi hal-hal yang sudah merugikan hak orang lain tanpa mengindahkan hukum yang berlaku..
Kenangan paling sulit untuk dilupakan penggemar mobil tahun lama ini adalah, masih usia 30 Tahun Marlas langsung dilantiknya menjadi Ketua LBH (Lembaga Bantuan Hukum) di Jakarta. Yang paling mengejutkannya adalah, September 2008 - 2009 dia dinobatkan menjadi Direktur Advokad hukum se Kabupaten Simalungun di Pamatang Siantar. Jelas kita ketahui, dengan sudah sejuta jabatan bahkan ratusan prestasi yang sudah berada digemgamannya, mengarahkanya bagaikan “padi” yang semakin berisi semakin merunduk.
Kesederhanaannya itulah membuat orang memandangnya semakin kagum dan terpesona. Ditambah gaya bahasa yang jelas serta tutur kata yang indah membuat bibir manis yang dimilikinya itu dapat menciptakan kepuasan tersendiri bagi orang lain saat ia berbicara. Memang; jika dilihat dari ketegaran serta adidayanya dikala mengolah kata-kata yang dieksprisikannya melalui sentuhan–sentuhan nurani, membuat orang yang mendengarnya di setiap persidangan menjadi luluh dan terkesima.
Untuk lebih mengenalnya inilah hasil wawancara Tabloid HORAS dengan Marlas Hutasoit SH.
Sebenarnya, apa yang mendorong Anda memilih profesi sebagai Pengacara.
Jelas saya akui, semenjak anak-anak, saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang Pengacara. Tetapi, melihat cara “amangtua” saya yang ada di Kalimantan menjadikan saya tertarik mempelajari arti sebuah kejujuran.
Tadi Anda mengatakan tentang kejujuran. Kejujuran apa yang tidak dimiliki bangsa ini.
Dalam arti harfiah, sebagian anak bangsa kita masih sulit untuk mengucapkan kesalahannya sendiri. Jika bangsa ini sudah sulit mengatakan yang benar, pada akhirnya hukum laut pasti yang berbicara. Justru itulah kita jadi terpanggil agar kebenaran itu selalu kita utamakan sedapat mungkin. Dan itulah misi saya paling utama
Memang kebenaran itu harus kita utamakan. Tetapi, jangan-jangan Anda sendiri “maju tak gentar, memenangkan yang bayar”.
Memang hal itu tidak bisa kita pungkiri. Tetapi, tidaklah semua pengacara yang sedemikian. Harus melihat orangnya. Artinya, masih banyak teman-teman Pengacara yang tidak mau menggadaikan moral dan imannya hanya karena kebahagiaan sesaat. Termasuk saya sendirilah orangnya yang tidak dapat dibeli bagai jualan sayur.
Berbicara mengenai profesi. Anda mengatakan adalah anak seorang petani. Jika mau jujur, darimana dana yang Anda peroleh saat kuliah di Luar negeri.
Semuanya itu adalah rencana Tuhan. Walaupun anak seorang petani tidak dilarang menjadi Pengacara hingga mendapat Beasiswa. Dan itu saya dapat adalah melalui kerja keras serta kompetisi melalui sleksi oleh beberapa LSM asing di Jakarta yaitu LSM BspW (Broth Sor Phe Well). Justru itulah saya lebih terpanggil untuk membela kebenaran karena orang lain sudah menilai saya melalui kebenaran.
Berbicara mengenai kebenaran! Saat seorang pengacara mengikuti persidangan dipengadilan, berapa persen kebenaran itu dijalankannya.
Jika kita mau jujur, profesi sebagai pengacara adalah profesi yang mulia. Jikalaulah ada diantara teman-teman kita seperti yang Anda duga, itu adalah oknumnya. Jika kita sudah berbicara oknum, maunya jangan kita kaitkan nama lembaganya. Siapapun dia jika sudah menjadi kuasa hukum, tidaklah langsung menerima kuasa sebelum kasusnya dipelajari. Setelah kasus tersebut dipelajari, baru ada jawaban bisa atau tidak untuk dibela. Namanya membela, jika memang si tersangka di pihak yang benar sesuai dengan fakta, bukan tidak mungkin akan lepas dari segala tuduhan. Jika si klien memang benar-benar bersalah, tidaklah mungkin dapat bebas dari hukum. Cuma hukum itulah yang dapat meringankan hukumannya.
Semenjak Anda menggeluti sebagai pengacara, sudah berapa perkara yang sangat pelik bisa Anda bela.
Waduh ! jika dihitung perkara sangat pelik dan sudah kita bantu saya rasa tidak terhitung lagi. Apalagi saat saya di Pematang Siantar Sumatra Utara. Karena kita masih tergolong baru di Riau ini, baru di atas Duapuluhan perkara yang sangat pelik yangsudah kita tangani. Klo perkara biasa, wah sdah tergolong banyak. Dan boleh dikatakan, belum pernah kita mengalami kesulitan yang berarti dalam penyelesaianya.
Memang pengakuan ayah seorang anak laki-laki bernama Utrecht Hutasoit ini adalah benar. Menurut pengamatan Tabloid HORAS di beberapa Pengadilan di Riau. Atas kearifan dan ketelitiannya menjadi kuasa hukum dalam suatu perkara, mengantarkan kliennya merasa puas. Tetapi, bak pepatah mengatakan,” sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan pernah jatuh ketanah”. Artinya, sepandai-pandai Marlas Hutasoit,SH membela kliennya, pasti pernah ditipu oleh klien-nya sendiri.
Memang Marlas bukanlah tipe orang yang mau keluyuran disembarangan tempat. Tetapi, sangat pandai beradaptasi kepada sekelilingnya tanpa memandang bulu sikaya maupun si miskin. Soalnya, jika sudah berbicara dengan dia kita pasti tidak menyangka bahwa dia adalah dedengkotnya hukum. Apalagi jika melihat keceriaan wajahnya dikala melemparkan senyum khasnya itu, Marlas Hutasoit SH, boleh dibilang bagaikan Rhajes Khanaa bintang flim India tahun 70 an yang tidak mau membedakan kasta dan tidak mau protokoler
Putra keturunan dari marga Hutasoit (Borsak Bimbinan) ini telah mempersunting wanita idamannya bernama Anita Carolina Megawati Siahaan, 7 Agustus 2009
Dari hasil pernikahannya, mereka sudah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Utrecht Hutasoit. Nama ini diambil dari nama ahli hukum paling terkenal di Amerika Serikat.
Sebagai wanita karier, sebelum berangkat ke kantor kerjanya sang istri tercinta sudah barang pasti mengingatkan sang suami agar tidak melupakan kuasa Tuhan. Boleh kita lihat sendiri setiap hari Minggu mereka pasti akan menunaikan kewajibannya ke gereja HKBP Trinititas Pasir Putih. Menurut mereka, selaku manusia, jika masih ada waktu, maunya jangan melupakan “Alva Omega”. *m sihotang