Pandangan Mereka tentang Orang Batak
TAHUN I | edisi 03 | 05 - 18 Nov 2012
Banyak orang menyalahartikan kata ‘Batak’ atau suku Batak, terlebih di tanah rantau. Karenanya, tidak sedikit suku diluar batak yang memberi penilaian konotasi jelek terhadap suku batak.
Mendengar nama batak ada saja orang yang tidak senang dan langsung membuat penilaian jelek. Ada yang mengatakan, batak itu galak, seram, menakutkan, keras. Yang ekstrimnya lagi ada yang menyebut ‘batak itu Kristen’.
Mungkin saja penilaian itu ada benarnya menurut pandangan mereka. Tapi kenyataannya bila ditelusuri lebih dalam tidak demikian.
Suara keras, menurut cerita, (khusunya batak Toba) sudah dari sononya. Nenek moyang batak, dahulu kala tinggal di lereng-lereng pegunungan dan di lembah.
Jarak antara rumah yang satu dengan lainnya saling berjauhan. Kemudian jarak antara rumah dengan ladang lumayan jauh.
Sehingga untuk memanggil anak saja untuk makan harus berteriak dengan suara keras. Begitu juga untuk memanggil tetangga harus menggunakan suara keras.
Bahkan untuk mengundang teman sekampung untuk makan bersama (bila ada pesta) harus dengan suara keras. Hampir seluruh perkampungan batak di lereng Bukit Barisan Sumatera Utara sama.
Kebiasaan ini turun temurun dan menjadi kebiasaan bagi suku batak.
Mengenai wajah yang disebut-sebut seram dan menakutkan, itu merupakan ciptaan Tuhan. Tak bisa dibuat-buat.
Sudah menjadi rahasia umum dan tidak menjadi SARA lagi bila ada etnis lain diluar batak yang menyebutkan batak itu identik dengan Kristen. Sudah batak, Kristen lagi.
Kita perlu meluruskan pandangan semacam ini. Etnis batak yang tediri dari lima sub etnis tidak semuanya beragama Kristen. Banyak juga beragama Islam seperti yang tinggal di daerah Tapanuli Selatan.
Di daerah Tapanuli Utara sendiri termasuk kabupaten Samosir, Tobasa dan Humbahas Sumatera Utara yang mayoritas menganut agama Kristen banyak diantara masyarakatnya yang menganut agama Islam. Mereka itu bukan siapa-siapa tapi masih satu saudara dengan warga lainnya.
Bagi batak, agama itu tidak menjadi satu persoalan besar. Banyak orang batak yang kawin dengan suku lain dan agama lain.
Sebaliknya, banyak juga etnis lain masuk menjadi etnis batak dengan cara membuat marga.
Sebuah pengertian, bahwa batak itu berjiwa nasionalis dan terbuka untuk umum. Namun tidak bisa dipungkiri ada juga satu dua yang ditemui sangat fanatik dengan batak-nya dan agamanya.*)
Pengalaman,pernah sewaktu saya tugas kerja di daerah Samosir saya dianggap Dalle.Saya tanya apa artinya mereka bilang manusia yang tersesat,alasannya karena saya beragama islam tapi bermarga.Terus terang marga saya Siregar yang asli berasal dari Padang Lawas Utara.Uniknya lagi saya disuruh jangan mengaku-ngaku batak,karena itu akan merusak indentitas asli orang batak.
BalasHapus