Sampe Purba |
Tulisan ini tidak
bermaksud untuk mengklaim sebagai satu-satunya kebenaran, mengingat penyelenggaraan adat yang bervariasi antar
daerah , dan banyaknya pendapat yang tersebar di berbagai media, serta
keterbatasan ruang penulisan.
Dewasa ini di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta dan
sekitarnya, di mana acara adat unjuk
(khususnya perkawinan berdasarkan agama
Kristen), dilaksanakan di Gedung Pertemuan sebagai ganti alaman/ huta, esensi taruhon
jual versus dialap jual telah
mengalami pendangkalan dan penyimpangan makna dalam praktek. Dialap jual atau
taruhon jual hanya menjadi sekedar menyangkut penanggungjawab penyedia gedung
dan makanan untuk jamuan pesta (tuan
rumah/ nampuna alaman/ huta) dan urutan prosesi memasuki gedung dan memanggil
memasuki gedung kepada hula-hula
masing-masing. Di alap jual hanya diartikan bahwa pihak yang menjadi tuan rumah
adalah parboru (keluarga mempelai wanita). Sebagai lanjutannya adalah bahwa
urutan hak memanggil/ manomu-nomu rombongan horong hula-hula masing-masing memasuki gedung pertama-tama adalah ke
pihak parboru. Barulah kemudian pihak keluarga Paranak (keluarga mempelai pria)
manomu-nomu
rombongan hula-hulanya. Urutan prosesi sebaliknya akan terjadi dalam hal
Taruhon Jual. Esensi sesungguhnya jauh dari pada itu.
Jual adalah sejenis tandok
pandan yang dianyam sebagai tempat menyimpan benih padi/ lopok. Parboru (orangtua
mempelai wanita) ketika akan menikahkan puterinya akan membekalinya dengan
benih padi dari sawahnya untuk dibawa dan dikembangkan kelak bersama suaminya.
Padi adalah simbol kehidupan. Dalam alam pikiran Batak (jaman dulu), pihak
hula-hula adalah pengantara berkat kehidupan yang dimintakan kepada Debata Mula
Jadi na bolon. Dekat dengan pengertian Jual, adalah ampang. Ampang adalah wadah
anyaman rotan yang agak bulat, dengan kerangka/pilar empat. Ampang tersebut
berbentuk oval, dengan bagian bawah lebih kecil dari bagian atas yang terbuka.
Ampang pada umumnya berfungsi sebagai tempat beras. Umpasa Batak yang dekat
dengan itu adalah “Bagas na marampang na
marjual, na marsangap na martua”. Artinya suatu rumah yang dilengkapi dan
berisi bekal padi yang sustainabel melanjutkan keturunan, dan juga melimpah
beras untuk menopang kehidupan sehari-hari.
Dalam adat dialap
jual, maka pihak paranak akan datang di pagi hari ke rumah parboru
menjemput calon mempelai wanita, untuk selanjutnya diiringkan ke Gereja
menerima pemberkatan nikah. Setelah pemberkatan akan dilanjutkan dengan acara
unjuk/ pesta adat di gedung yang telah
disiapkan pihak parboru. Acara di pagi hari tersebut, dikenal dengan
marsibuha-buhai, yaitu mamuhai (mengawali) prosesi adat. Paranak membawa
makanan adat (biasanya pinahan lobu/ pinallo)
yang ditaruh di dalam Ampang, serta dijunjung (dihunti) oleh boru tubu/ terdekat dari orang tua mempelai
pria. Dari sinilah datangnya pengertian
bahwa dalam unsur suhi ni ampang na opat,
yang menerima hak/jambar ulos sihunti
ampang adalah boru tubu/hela dari orangtua pengantin laki-laki.
Pihak Parboru berserta seluruh rombongan teman semarga
(dongan sabutuhanya) akan membawa beras sebagai perlambang kehidupan ke gedung
tempat pesta, untuk selanjutnya diserahkan menjadi milik pihak paranak. Jual
(yang berisi padi) dari orangtua pengantin wanita juga akan dibawa ke gedung, dan dari gedung itu lah pihak paranak
membawanya(mangalap) pulang ke rumahnya setelah pesta usai. Dewasa ini, mengingat kesulitan menemukan
gabah padi di kota-kota besar, isi jual pun telah berganti menjadi beras. Namun
demikian, untuk tetap mempertahankan status indukan dari seluruh beras
rombongan parboru, seyogianya beras yang dibawa sebagai JUAL hendaknya ditandai
dan diperlakukan khusus, sebagaimana ULOS Pengantin yang juga diperlakukan
khusus.
Akan halnya TARUHON JUAL, pihak Parboru lah yang datang
mengantarkan (MANARUHON) BORU ke rumah
pihak Paranak. Karena acara adat dilaksanakan adalah setelah upacara
pemberkatan nikah di gereja, maka adat dan prosesi TARUHON JUAL dapat
dilaksanakan di Gedung. Rombongan Parboru akan masuk gedung bersama dengan
mempelai wanitanya dengan membawa JUAL yang berisi padi/ beras, untuk disambut
Paranak. Juru bicara/ parsinabung Parboru akan berkata : “ Sesuai dengan
kesepakatan adat kita sebelumnya, dengan ini KAMI MENGANTARKAN BORU KAMI
sebagai PARUMAEN/ Paniaran MUNA bersama dengan (LAOS MANGIHUTMA) JUALna” Pihak PARANAK selanjutnya akan menerima mempelai
wanita dan JUAL tersebut menjadi di rombongan mereka. Sambutannya adalah lebih
kurang : “Terima kasih kepada rombongan hula-hula yang kami muliakan. Dengan
ini kami terima Paniaran kami, boru muna, bersama dengan JUALnya “ Atau apabila prosesi Taruhon Jual tersebut
dilakukan di pagi hari, maka MARSIBUHA-BUHAI itu adalah di tempat/ rumah
tinggal Paranak. Parboru yang harus datang ke sana mengantarkan borunya bersama
dengan JUAL nya. Selanjutnya mereka dapat bersama-sama mengiringkan ke Gereja
untuk pemberkatan nikah.
Banyak orang tua di kota besar seperti Jakarta atau Medan
yang menolak ide tersebut dengan berbagai dalil dan dalih. Diantaranya adalah menganggap
berkurang “sangap/wibawa”nya kalau borunya tidak dijemput dari rumahnya dengan
marsibuha-buhai untuk selanjutnya ke gereja, serta Hula-hula harus selalu dalam
posisi yang lebih dihormati. Sesungguhnya, tidak ada berkurang kewibawaan pihak
Parboru pada adat TARUHON JUAL. Bukankah seluruh acara lamaran, marhori-hori
dinding, patua hata, dan marhusip dilaksanakan di rumah parboru?. Kalau sudah disepakati bentuk acara (rumang ni ulaon) adalah Taruhon Jual,
maka semua pihak harus konsekuen. Adat adalah ugari, andor sipaihut-ihuton (tradisi
baik yang akan diikuti). Pepatah Batak menyebut : Ompu Raja di jolo martungkot
siala gundi, pinukka ni Ompu Parjolo, dipaihut-ihut na parpudi. Janganlah
diselewengkan makna ungkapan tersebut
dengan modifikasi dan variasi yang jauh dari esensinya. Filsafat Batak sesungguhnya
telah memberikan penghormatan egaliter kepada semua pihak dalam acara adat,
yang tercermin dalam ucapan RAJA. Raja ni Parboru, Raja ni Dongan Tubu, Raja ni
Hula-hula, dan Raja Naliat Nalolo.
Jakarta, November
2013
Penulis – Pemerhati Pelaksanaan Adat dan Tradisi
Perlu generasi penerus memahami makna dan falsafah jual
BalasHapus